“Jangan memaki kelabilan…
Karena kita semua pernah menjalaninya!
Karena kita semua pernah menjalaninya!
Tapi makilah kelebayan…
Karena kita memang tak harus menjalaninya!”
[Ganezh/Feb’2014]
Suara cekikikan terdengar dari ruang tengah. Rupanya Anis dengan beberapa teman-temannya sudah sampai di rumah. Terdengar cukup ramai. Padahal mereka cuma berempat, termasuk Anis. Tak dapat dibayangkan kalau mereka berkumpul satu kelas. Bisa kalah riuh rendahnya pasar pagi. Ganes yang lagi asyik tidur-tidur ayam terlonjak kaget. Gila, para Nenek Sihir datang ke sini. Bisa hancur ketenangan rumah ini! Rutuknya terasa terganggu. Dia berusaha cuek, namun keramaian Anis dan teman-temannya makin menjadi-jadi. Entah apa saja yang mereka bicarakan. Kalau cuma berdiskusi tentang pelajaran kok, ramainya mirip perdebatan di pasar loak. Akhirnya Ganes keluar dari kamar.
“Sori ya, Nenek-nenek Sihir. Mohon bicara
dan ketawanya agak diperkecil sedikit. Banyak orang sakit, sih!” Mendengar
teguran itu, tawa mereka berhenti seketika. Menatap Ganes dengan perasaan tidak
enak.
“Banyak yang sakit...?” tanya Anya agak
terkejut. Anis cemberut melihat kehadiran abangnya itu. Ganes cuek. Pasang muka
serius.
“Ada yang
sakit ya, Nis?”
tanya Fara pelan. Anis hendak menjawabnya, tapi...
“Ada
banyak. Di rumah sakit!” potong Ganes cepat sambil membalikkan badan. Masuk ke
kamarnya lagi. Teman-teman Anis melongo bloon.
“Alaa, nggak usah diambil hati. Abang gue
lagi kumat gokilnya,” Jawab Anis tersenyum. Tak lama berselang, suara-suara
mereka kembali terdengar. Mengkilik-kilik gendang telinga Ganes kembali.
Sompret! Benar-benar nggak ngerti disindir. Mending pergi keluar ketimbang
mendengar suara-suara para penyihir rapat. Rutuk Ganes menyerah dan keluar dari
kamarnya. Dia menuju ke belakang rumahnya. []
“Gokiil...!”
Anis memanggilnya.
“Yo-ah!”
jawab Ganes dari belakang rumah. Dia lagi asyik memangkasi bonsainya. Dia juga
hobi membonsai tanaman. Meski belum ada yang jadi. Habis pohon cabe dibonsai.
Hihihi. Anis memburunya ke belakang.
“Ada apa, Nek?”
“Malam
minggu nanti, kamu ada acara nggak?” Tanya Anis serius. Ganes mengerutkan
dahinya.
“Kalo
ada kenapa, kalo nggak kenapa?” Ganes balik bertanya.
“Nggak
kenapa-kenapa, ng… Anis minta ditemenin,” ujar Anis serius.
“Minta
ditemenin kemana? Manjaan banget, sih!” protes Ganes cepat.
“Kamu
pasti mau! Ke acara makan-makan.” Anis mengerlingkan matanya.
“Makan-makan? Di mana?” tanya Ganes penuh minat.
“Ke
pesta ulang tahun Anya. Standing party
lho, Nes!” Anis memberitahunya dengan penuh semangat.
“Standing party Anya? Anya temen kamu
yang cempreng itu? Ogah!” jawab Ganes mantap. Anis melongo mendengar jawaban
abangnya itu. Ini termasuk kejadian langka lho, dia menolak undangan makan. Dia
kan paling
doyan kalau diundang makan.
“Aaah,
Ganes! Pestanya malem. Anis kan
takut kalo pergi sendirian,” rengek Anis pasang muka memelas. Ganes diam
sesaat, kemudian...
“Ngapain
juga malem-malem ngadain pesta. Suruh ganti siang hari, aja,” jawab Ganes
seenaknya sambil terus melanjutkan kegiatannya. Dasar Gokil!
“Emangnya
kita siapa. Mau ngerubah acara orang! Temenin ya, Nes,” Wajah Anis makin
memelas. Ganes berhenti sejenak. Dia tampak ragu. Tapi kembali terbayang di
otaknya dia berada di tengah-tengah pesta kerumunan para nenek sihir yang
centil, cempreng, dan yang bisa bikin sakit gendang telinga kalau mendengar
mereka berceloteh dan tertawa. Hiy, nggak bisa dibayangin! Akhirnya...
“Ogah,
ah!” jawabnya cuek. Meneruskan aktivitasnya kembali.
“Uuuh!”
dengus Anis kesal. Buru-buru dia berlalu menuju ke kamarnya. Gokil jelek!
Percuma aja punya abang. Nggak bisa diandalin adiknya sendiri. Coba kalo
temen-temenya yang minta bantuan cepet banget nyosotnya. Awas kalo nanti minta
bantuan gue. Bakal gue tolak juga. Gokil jelek! Rutuk Anis dari dalam kamarnya. []
Dua
hari Anis tidak menegur Ganes. Sayangnya, Ganes tetap terlihat cuek. Doi seperti tidak merasa terganggu dengan aksi
diam adiknya yang semata wayang itu. Akhirnya, Anis sendiri yang menyerah. Dia
kembali mencoba merayu Ganes.
“Please dong, Nes. Nanti kalo mau, Anis
beliin Kitaro baru, deh,” kata Anis
mencoba menyuapnya dengan kaset favorit abangnya. Sayang, Ganes tetap
menolaknya. Anis kelihatan sedih banget jadinya. Sebenarnya Ganes merasa
kasihan juga. Tapi kalau mengingat bakal berada di kerumunan pesta para nenek
sihir, no way!
“Bukannya
apa-apa, Nis. Kan percuma kalo gue mau
nganter. Tapi baru dua menit di sana,
eh, buru-buru gue ajak pulang. Nanti kamu sendiri yang kecewa. Gimana kalo
minta ditemenin Ibu, aja?” Tiba-tiba muncul usul gokilnya. Mendengar itu Anis
cemberut cucut dan pergi meninggalkannya. Ganes cuma mengangkat bahu
melihatnya. Tapi tak lama kemudian, Ibu masuk ke kamarnya...
“Ada apa sih, Nes. Kenapa
kamu nggak mau menemani adikmu ke pesta Anya?” tanya Ibu pelan. Penuh selidik.
Ganes agak kebingungan juga menjawabnya.
“Bukannya
apa-apa, Bu. Kalo nemenin ke pasar, beli buku, nonton atau apa aja sih, nggak
apa-apa. Ini nemenin dia ke pesta Anya. Pestanya para ABG yang lagi
doyan-doyannya ngegosip, nyerocos. Pokoknya nyempreng banget begitu,” kata
Ganes serius.
“Ganes, memang anak-anak seusia mereka itu adalah masa-masanya bergembira. Mereka masih
mempunyai rasa ego yang gede. Maklumin aja, mereka masih ingin menujukkan apa
yang mereka bisa tunjukkan. Nanti kalo sudah tiba waktunya, mereka akan berubah
sendiri. Dulu kamu juga begitu kan?
Malah, kadang-kadang kamu sekarang juga masih suka bertindak seperti mereka.
Udah, pokoknya nanti kamu temenin Anis, ya? Lagian nggak mungkin yang hadir di
pesta itu semuanya ABG. Pasti ada kakaknya. Saudaranya atau tamu-tamu lain yang
seusia kamu. Iya kan?”
Ganes hanya bisa diam membisu mendengar kata-kata ibunya barusan.
“Temenin
Anis, ya?” bujuk Ibu lagi. Dengan lesu Ganes menganggukkan kepalanya. Ibu
tersenyum melihatnya. Setelah Ibu berlalu dari situ. Ganes merutuk sendiri.
Huh! Pasti Anis ngelapor sama Ibu. Dasar Nek Lampir! Ngapain juga si Cempreng
Anya itu mau ulang tahun. Malem hari lagi. Standing
party... standing party. Sok kebarat-baratan gitu! Lho kok, jadi ngelantur
sendiri, Nes? Lagi-lagi dia membayangkan dirinya berada di pesta teman-teman
Anis yang dijulukinya para Nenek Sihir itu. Hik hik hik![]
Tibalah
waktu yang ditakutkan Ganes. Dia harus mengantar Anis ke pesta ulang tahun
Anya. Sewaktu Ganes hendak memakai jins belelnya. Buru-buru Anis mencegahnya. So, penampilan Ganes kali ini diatur
oleh adiknya. Lucunya dia mau menurut saja. Meski dengan wajah yang dilipat
mengkerut. Persis jeruk purut dilindas traktor. Hihihi. Usai maghrib-an, mereka
segera berangkat.
“Nanti
wajah kamu jangan cemberut begitu, dong. Kan
nggak enak kalo dilihat temen-temen Anis nanti,” protes Anis melihat wajah
abangnya mengkerut begitu.
“Mau
protes. Gue batalin nanti!” ancam Ganes memelototkan matanya.
“Iya, Eh, nggak. Terserah kamu aja, deh. Itu juga wajah kamu sendiri,” jawab Anis
gugup. Takut dengan ancaman abangnya. Ganes senyum menyeringai merasa menang,
tuh! Ganes jeleeek! Pekik Anis dalam hati. Hihihi. Tidak sampai satu jam,
mereka sudah sampai di rumah Anya. Wih! Anya memang tergolong anak orang kaya.
Rumahnya besar dan bertingkat. Taman di
halamannya cukup luas dan tampak asri sekali. Ada kolam renang serta kolam ikan yang ada
patung Aquaruis di tengah-tengahnya. Lampu-lampu taman yang memancarkan warna
biru dan hijau lembut menyejukkan mata. Para tamu juga sudah banyak yang hadir. Anis disambut
dengan ramah dan ceria. Disambut dengan sunpikaki
(sun pipi kanan kiri) plus jerit-jerit kecil yang manja. Ganes mulai kelihatan
risih. Lebih-lebih ketika telinganya sempat mendengar bisikan salah seorang
temen Anis—yang memang belum pernah bertemu dengannya.
“Eh,
Nis. Cowok yang
kamu bawa itu siapa? Manis juga ya, kenalin gue, dong.”
“Ssttttt! Jangan. Doi bodyguard sewaan gue. Doi
suka menggigit kuping, kalo wajahnya lagi ditekuk begitu,” jawab Anis berlagak
serius. Temannya yang bertanya itu langsung mengkeret sambil menutupi kedua
telinganya. Melihat itu Anya dan Fara tertawa bersama. Hik hik hik! Bener kan kata Ganes. Tawa
mereka memang mirip dengan ketawanya nenek sihir.
Pesta
itu berlangsung meriah. Setelah acara penyambutan, potong kue dan menyanyikan
lagu ulang tahun, acara makan-makan pun dimulai. Berbagai macam makanan dan
minuman tertumpah ruah di meja hidangan. Ganes mulai sibuk memilih-milih
makanan dan minumannya. Dalam hatinya dia berniat menyicipi seluruhnya. Norak
banget sih, Nes! Saking asyiknya dia memilih-milih, tanpa sengaja--Duk! Eh!
Tubuhnya menabrak seseorang. Seorang gadis. Gadis itu terpekik, Ganes terpana
melihat wajahnya. Kayak di sinetron aja, sih!
“Ma—maaf...”
Dengan perasaan gugup Ganes buru-buru meminta maaf. Sebagian tubuh Gadis itu
belepotan es krim dan kue tart. Wajahnya yang manis terlihat kurang senang. Dia
membalikkan badannya. Lalu , buru-buru pergi meninggalkan Ganes. Tanpa
mengucapkan sepatah kata, meski sekedar umpatan sekalipun.
“Eh!”
Cuma itu yang keluar dari mulut Ganes. Dia berniat memanggil, tapi tak tahu
namanya. Akhirnya dia cuma melongo bloon bercampur perasaan bersalah. Siapa
dia? Manis juga anaknya. Kayaknya bukan dari rombongan Nenek Sihir. Kalo dia
juga tamu, gimana dia pulang nanti dengan pakaian yang belepotan begitu. Ganes
menyesali keteledorannya tadi. Dia jadi penasaran banget. Buru-buru dia mencari
Anis. Setelah bertemu, dia langsung menarik tangan adiknya itu. Menjauhkannya
dari kerumunan teman-temannya.
“Ada
apa sih, pake nyepiin segala?” tanya Anis keheranan.
“Anu...
kamu tahu nggak sama cewek yang rambutnya dikuncir, terus pake baju ...”
“Biru
muda dan di dagunya ada tahi lalat kan?”
potong Anis cepat. Ganes tersenyum cerah, tapi...
“Bajunya
bener, Nis.
Tapi tahi lalat apa jerawat di dagunya tadi, ya?” gumamnya sendiri, mencoba
mengingat-ingatnya.
“Udah-udah!
Emangnya ada apa dengan cewek itu?” tukas Anis tidak sabaran.
“Dia
temen sekolah kamu juga, ya?”
“Bukan,
dia itu mbak Tasya. Keponakan Anya. Kenapa... naksir, ya?” tanya Anis
menyeringai penuh selidik.
“Bukan,
Bego! Gue tadi nggak sengaja menabrak dia. Bajunya belepotan kena es krim dan
kue tart,” kata Ganes menceritakannya.
“Aduh,
kenapa juga bisa begitu. Lantas kamu dimarahinya?” Anis menggerutu kesal
mendengarnya.
“Nggak,
dia diam aja. Gue kan
nggak sengaja. Tapi meski udah minta maaf, gue merasa nggak enak juga.”
“Terus,
permintaan maaf kamu diterima?”
“Ya
nggak tahu! Wong dia langsung
ninggalin gue, kok!”
“Udah,
nanti biar Anis mintain maaf lagi ke dia. Ada-ada aja sih, kamu!,” kata Anis
sebelum meninggalkannya.[]
Ganes
balik lagi ke meja hidangan. Dia mengambil secangkir jus jeruk, kemudian
berjalan dan duduk di kursi taman yang menghadap ke arah kolam renang. Dia
duduk sendirian di situ. Rupanya dia benar-benar lagi tidak mood untuk bertegur sapa dengan orang
lain. Mungkin karena merasa terpaksa datang ke pesta itu atau mungkin juga
karena acccident kecil tadi yang jadi
penyebabnya. Enak juga jadi orang kaya begini. Kalo merasa gerah bisa langsung
nyemplungin badan ke kolam renang. Pasti seger banget. Selagi asyik berkhayal
begitu, tiba-tiba matanya menangkap sosok gadis yang ditabraknya tadi. Eh, dia
muncul lagi. Dia sudah ganti baju. Wah! Makin manis aja, dia. Pujinya dari
dalam hati. Entah didorong oleh kekuatan apa, Ganes segera menghampirinya.
Begitu melihat wajah orang yang telah menabraknya, wajah Gadis itu berubah
menjadi kurang bersahabat.
“Gue
mau...”
“Nabrak
lagi?!” potong Gadis itu cepat. Wajahnya terlihat sinis. Ganes merasa tidak
enak mendengarnya. Dia kelihatan tambah kikuk.
“Iya,
eh, nggak! Gue mau minta maaf lagi sama kamu,” jawabnya gugup. Gadis itu
menatapnya tajam. Mencari suatu kesungguhan di mata Ganes. Ganes balik
menatapnya. Gadis itu buru-buru membuang pandangannya ke tempat lain.
“Asal
kejadian tadi emang nggak kamu sengaja, aja,” ujarnya berlagak cuek.
“Bener,
Ta. Gue bener-bener nggak sengaja, kok!” jawab Ganes serius. Gadis itu tampak
terkejut mendengar Ganes menyebut pangkal namanya.
“Eh,
kamu tahu nama gue, ya?” tanyanya penasaran.
“Iya,
nama kamu Tasya, kan?”
jawab Ganes nyengir.
“Dari
Anya?” tanyanya lagi.
“Dari
adik gue. Temen sekelasnya Anya. Oh ya, nama gue Ganes.” Sambil tersenyum Ganes
mengulurkan tangannya. Mereka berjabat tangan. Kemudian mereka duduk berduaan
di kursi depan kolam ikan. Asyik bercerita panjang lebar. Tentang sekolah,
film, hobi dan sebagainya. Ganes merasa betah juga, sebab selain manis, Tasya
memang teman ngobrol yang enak. Tanpa terasa waktu makin terus beranjak. []
Anis
celingukan mencari-cari abangnya. Nyelip di mana tuh, anak! Jangan-jangan dia
pulang duluan... eh, itu dia. Dasar! Rupanya dia asyik ngobrol dengan Mbak
Tasya. Anis melambaikan tangan ke arah abangnya yang kebetulan lagi melihat ke
arahnya.
“Bentar,
Ta. Adik gue manggil, tuh!” Buru-buru Ganes menghampirinya.
“Ada apa, Nis?”
“Pulang
yuk! Udah malem, nih,” ajak Anis pelan.
“Bentar
lagi aja, Nis.
Bentaaar lagi, oke?” kata Ganes serius. Kali ini dia yang terlihat memelas.
“Kenapa
belon banyak dapet informasinya, ya?” Ledek Anis tersenyum. Ganes tertawa
nyengir mendengarnya. Anis mengangguk setuju. Dia bergabung kembali dengan
teman-temannya. Beberapa menit berlalu. Para
tamu mulai beranjak pulang. Satu persatu teman sekelas Anya juga permisi
pulang. Tinggal Anis sendirian. Tamu yang tersisa adalah kerabat keluarga dekat
Anya. Kemudian Anis menghampiri abangnya lagi. Untuk mengajaknya segera pulang.
Begitu melihat wajah Anis, Ganes langsung mengembangkan kelima jari tangannya
ke arah Anis. Mungkin dia minta waktu lima
menit lagi. Tebak Anis dalam hati dan dia berusaha mengerti.
Anis berlalu dari
situ dan ikut membantu Anya memasukkan kado-kadonya ke dalam rumah. Serta
membantu membuka bungkus kado-kado itu. Setelah selesai, Anis melihat jam
tangannya lagi. Wah, sudah lewat lima
belas menit. Si Gokil ngaret lagi. Apa aja sih, yang mereka ceritakan sampai
lupa waktu begini. Payah punya abang gokil, diajak pergi kemarin susahnya minta
ampun, eh, diajak pulang juga sulit banget! Rutuk Anis mulai kesal. Kemudian
dia mendatangi Ganes lagi. Setelah jaraknya tak seberapa jauh dari Ganes....
“Nes...
Pulaaang!!” Tiba-tiba Anis berteriak keras. Setengah histeris juga, lho! Ganes
yang asyik lagi tertawa terlonjak kaget. Mendengar suara teriakan yang
memanggil namanya. Tamu-tamu yang masih berada di situ juga terkejut. Semua
memandang heran pada Anis yang berdiri dengan mimik wajah mengkerut lucu
begitu. Cepat-cepat Ganes berpamitan pada Tasya dan tergopoh-gopoh menghampiri
adiknya. Semua tersenyum geli melihat pemandangan itu. Dasar! Kakak adik
sama-sama gokilnya. Hihihi! (end) [Ganezh/19Jul99]
No comments:
Post a Comment