Thursday, February 6, 2014

“Nes... Pulaaang!!”


“Jangan memaki kelabilan…
Karena kita semua pernah menjalaninya!
Tapi makilah kelebayan…
Karena kita memang tak harus menjalaninya!”
[Ganezh/Feb’2014]



Suara cekikikan terdengar dari ruang tengah. Rupanya Anis dengan beberapa teman-temannya sudah sampai di rumah. Terdengar cukup ramai. Padahal mereka cuma berempat, termasuk Anis. Tak dapat dibayangkan kalau mereka berkumpul satu kelas. Bisa kalah riuh rendahnya pasar pagi. Ganes yang lagi asyik tidur-tidur ayam terlonjak kaget. Gila, para Nenek Sihir datang ke sini. Bisa hancur ketenangan rumah ini! Rutuknya terasa terganggu. Dia berusaha cuek, namun keramaian Anis dan teman-temannya makin menjadi-jadi. Entah apa saja yang mereka bicarakan. Kalau cuma berdiskusi tentang pelajaran kok, ramainya mirip perdebatan di pasar loak. Akhirnya Ganes keluar dari kamar.

    “Sori ya, Nenek-nenek Sihir. Mohon bicara dan ketawanya agak diperkecil sedikit. Banyak orang sakit, sih!” Mendengar teguran itu, tawa mereka berhenti seketika. Menatap Ganes dengan perasaan tidak enak.
    “Banyak yang sakit...?” tanya Anya agak terkejut. Anis cemberut melihat kehadiran abangnya itu. Ganes cuek. Pasang muka serius.
    “Ada yang sakit ya, Nis?” tanya Fara pelan. Anis hendak menjawabnya, tapi...
    “Ada banyak. Di rumah sakit!” potong Ganes cepat sambil membalikkan badan. Masuk ke kamarnya lagi. Teman-teman Anis melongo bloon.
    “Alaa, nggak usah diambil hati. Abang gue lagi kumat gokilnya,” Jawab Anis tersenyum. Tak lama berselang, suara-suara mereka kembali terdengar. Mengkilik-kilik gendang telinga Ganes kembali. Sompret! Benar-benar nggak ngerti disindir. Mending pergi keluar ketimbang mendengar suara-suara para penyihir rapat. Rutuk Ganes menyerah dan keluar dari kamarnya. Dia menuju ke belakang rumahnya. []
   
“Gokiil...!” Anis memanggilnya.
“Yo-ah!” jawab Ganes dari belakang rumah. Dia lagi asyik memangkasi bonsainya. Dia juga hobi membonsai tanaman. Meski belum ada yang jadi. Habis pohon cabe dibonsai. Hihihi. Anis memburunya ke belakang.
“Ada apa, Nek?”
“Malam minggu nanti, kamu ada acara nggak?” Tanya Anis serius. Ganes mengerutkan dahinya.
“Kalo ada kenapa, kalo nggak kenapa?” Ganes balik bertanya.
“Nggak kenapa-kenapa, ng… Anis minta ditemenin,” ujar Anis serius.
“Minta ditemenin kemana? Manjaan banget, sih!” protes Ganes cepat.
“Kamu pasti mau! Ke acara makan-makan.” Anis mengerlingkan matanya.
“Makan-makan? Di mana?” tanya Ganes penuh minat.
“Ke pesta ulang tahun Anya. Standing party lho, Nes!” Anis memberitahunya dengan penuh semangat.
Standing party Anya? Anya temen kamu yang cempreng itu? Ogah!” jawab Ganes mantap. Anis melongo mendengar jawaban abangnya itu. Ini termasuk kejadian langka lho, dia menolak undangan makan. Dia kan paling doyan kalau diundang makan.
“Aaah, Ganes! Pestanya malem. Anis kan takut kalo pergi sendirian,” rengek Anis pasang muka memelas. Ganes diam sesaat, kemudian...
“Ngapain juga malem-malem ngadain pesta. Suruh ganti siang hari, aja,” jawab Ganes seenaknya sambil terus melanjutkan kegiatannya. Dasar Gokil!
“Emangnya kita siapa. Mau ngerubah acara orang! Temenin ya, Nes,” Wajah Anis makin memelas. Ganes berhenti sejenak. Dia tampak ragu. Tapi kembali terbayang di otaknya dia berada di tengah-tengah pesta kerumunan para nenek sihir yang centil, cempreng, dan yang bisa bikin sakit gendang telinga kalau mendengar mereka berceloteh dan tertawa. Hiy, nggak bisa dibayangin! Akhirnya...
“Ogah, ah!” jawabnya cuek. Meneruskan aktivitasnya kembali.
“Uuuh!” dengus Anis kesal. Buru-buru dia berlalu menuju ke kamarnya. Gokil jelek! Percuma aja punya abang. Nggak bisa diandalin adiknya sendiri. Coba kalo temen-temenya yang minta bantuan cepet banget nyosotnya. Awas kalo nanti minta bantuan gue. Bakal gue tolak juga. Gokil jelek! Rutuk Anis dari dalam kamarnya. []
   
Dua hari Anis tidak menegur Ganes. Sayangnya, Ganes tetap terlihat cuek. Doi  seperti tidak merasa terganggu dengan aksi diam adiknya yang semata wayang itu. Akhirnya, Anis sendiri yang menyerah. Dia kembali mencoba merayu Ganes.
Please dong, Nes. Nanti kalo mau, Anis beliin Kitaro baru, deh,” kata Anis mencoba menyuapnya dengan kaset favorit abangnya. Sayang, Ganes tetap menolaknya. Anis kelihatan sedih banget jadinya. Sebenarnya Ganes merasa kasihan juga. Tapi kalau mengingat bakal berada di kerumunan pesta para nenek sihir, no way!
“Bukannya apa-apa, Nis. Kan percuma kalo gue mau nganter. Tapi baru dua menit di sana, eh, buru-buru gue ajak pulang. Nanti kamu sendiri yang kecewa. Gimana kalo minta ditemenin Ibu, aja?” Tiba-tiba muncul usul gokilnya. Mendengar itu Anis cemberut cucut dan pergi meninggalkannya. Ganes cuma mengangkat bahu melihatnya. Tapi tak lama kemudian, Ibu masuk ke kamarnya...
“Ada apa sih, Nes. Kenapa kamu nggak mau menemani adikmu ke pesta Anya?” tanya Ibu pelan. Penuh selidik. Ganes agak kebingungan juga menjawabnya.
“Bukannya apa-apa, Bu. Kalo nemenin ke pasar, beli buku, nonton atau apa aja sih, nggak apa-apa. Ini nemenin dia ke pesta Anya. Pestanya para ABG yang lagi doyan-doyannya ngegosip, nyerocos. Pokoknya nyempreng banget begitu,” kata Ganes serius.
“Ganes, memang anak-anak seusia mereka itu adalah masa-masanya bergembira. Mereka masih mempunyai rasa ego yang gede. Maklumin aja, mereka masih ingin menujukkan apa yang mereka bisa tunjukkan. Nanti kalo sudah tiba waktunya, mereka akan berubah sendiri. Dulu kamu juga begitu kan? Malah, kadang-kadang kamu sekarang juga masih suka bertindak seperti mereka. Udah, pokoknya nanti kamu temenin Anis, ya? Lagian nggak mungkin yang hadir di pesta itu semuanya ABG. Pasti ada kakaknya. Saudaranya atau tamu-tamu lain yang seusia kamu. Iya kan?” Ganes hanya bisa diam membisu mendengar kata-kata ibunya barusan.
“Temenin Anis, ya?” bujuk Ibu lagi. Dengan lesu Ganes menganggukkan kepalanya. Ibu tersenyum melihatnya. Setelah Ibu berlalu dari situ. Ganes merutuk sendiri. Huh! Pasti Anis ngelapor sama Ibu. Dasar Nek Lampir! Ngapain juga si Cempreng Anya itu mau ulang tahun. Malem hari lagi. Standing party... standing party. Sok kebarat-baratan gitu! Lho kok, jadi ngelantur sendiri, Nes? Lagi-lagi dia membayangkan dirinya berada di pesta teman-teman Anis yang dijulukinya para Nenek Sihir itu. Hik hik hik![]

Tibalah waktu yang ditakutkan Ganes. Dia harus mengantar Anis ke pesta ulang tahun Anya. Sewaktu Ganes hendak memakai jins belelnya. Buru-buru Anis mencegahnya. So, penampilan Ganes kali ini diatur oleh adiknya. Lucunya dia mau menurut saja. Meski dengan wajah yang dilipat mengkerut. Persis jeruk purut dilindas traktor. Hihihi. Usai maghrib-an, mereka segera berangkat.
“Nanti wajah kamu jangan cemberut begitu, dong. Kan nggak enak kalo dilihat temen-temen Anis nanti,” protes Anis melihat wajah abangnya mengkerut begitu.
“Mau protes. Gue batalin nanti!” ancam Ganes memelototkan matanya.
“Iya, Eh, nggak. Terserah kamu aja, deh. Itu juga wajah kamu sendiri,” jawab Anis gugup. Takut dengan ancaman abangnya. Ganes senyum menyeringai merasa menang, tuh! Ganes jeleeek! Pekik Anis dalam hati. Hihihi. Tidak sampai satu jam, mereka sudah sampai di rumah Anya. Wih! Anya memang tergolong anak orang kaya. Rumahnya besar dan bertingkat. Taman di halamannya cukup luas dan tampak asri sekali. Ada kolam renang serta kolam ikan yang ada patung Aquaruis di tengah-tengahnya. Lampu-lampu taman yang memancarkan warna biru dan hijau lembut  menyejukkan mata. Para tamu juga sudah banyak yang hadir. Anis disambut dengan ramah dan ceria. Disambut dengan sunpikaki (sun pipi kanan kiri) plus jerit-jerit kecil yang manja. Ganes mulai kelihatan risih. Lebih-lebih ketika telinganya sempat mendengar bisikan salah seorang temen Anis—yang memang belum pernah bertemu dengannya.
“Eh, Nis. Cowok yang kamu bawa itu siapa? Manis juga ya, kenalin gue, dong.”
“Ssttttt! Jangan. Doi bodyguard sewaan gue. Doi suka menggigit kuping, kalo wajahnya lagi ditekuk begitu,” jawab Anis berlagak serius. Temannya yang bertanya itu langsung mengkeret sambil menutupi kedua telinganya. Melihat itu Anya dan Fara tertawa bersama. Hik hik hik! Bener kan kata Ganes. Tawa mereka memang mirip dengan ketawanya nenek sihir.
Pesta itu berlangsung meriah. Setelah acara penyambutan, potong kue dan menyanyikan lagu ulang tahun, acara makan-makan pun dimulai. Berbagai macam makanan dan minuman tertumpah ruah di meja hidangan. Ganes mulai sibuk memilih-milih makanan dan minumannya. Dalam hatinya dia berniat menyicipi seluruhnya. Norak banget sih, Nes! Saking asyiknya dia memilih-milih, tanpa sengaja--Duk! Eh! Tubuhnya menabrak seseorang. Seorang gadis. Gadis itu terpekik, Ganes terpana melihat wajahnya. Kayak di sinetron aja, sih!
“Ma—maaf...” Dengan perasaan gugup Ganes buru-buru meminta maaf. Sebagian tubuh Gadis itu belepotan es krim dan kue tart. Wajahnya yang manis terlihat kurang senang. Dia membalikkan badannya. Lalu , buru-buru pergi meninggalkan Ganes. Tanpa mengucapkan sepatah kata, meski sekedar umpatan sekalipun.
“Eh!” Cuma itu yang keluar dari mulut Ganes. Dia berniat memanggil, tapi tak tahu namanya. Akhirnya dia cuma melongo bloon bercampur perasaan bersalah. Siapa dia? Manis juga anaknya. Kayaknya bukan dari rombongan Nenek Sihir. Kalo dia juga tamu, gimana dia pulang nanti dengan pakaian yang belepotan begitu. Ganes menyesali keteledorannya tadi. Dia jadi penasaran banget. Buru-buru dia mencari Anis. Setelah bertemu, dia langsung menarik tangan adiknya itu. Menjauhkannya dari kerumunan teman-temannya.
“Ada apa sih, pake nyepiin segala?” tanya Anis keheranan.
“Anu... kamu tahu nggak sama cewek yang rambutnya dikuncir, terus pake baju ...”
“Biru muda dan di dagunya ada tahi lalat kan?” potong Anis cepat. Ganes tersenyum cerah, tapi...
“Bajunya bener, Nis. Tapi tahi lalat apa jerawat di dagunya tadi, ya?” gumamnya sendiri, mencoba mengingat-ingatnya.
“Udah-udah! Emangnya ada apa dengan cewek itu?” tukas Anis tidak sabaran.
“Dia temen sekolah kamu juga, ya?”
“Bukan, dia itu mbak Tasya. Keponakan Anya. Kenapa... naksir, ya?” tanya Anis menyeringai penuh selidik.
“Bukan, Bego! Gue tadi nggak sengaja menabrak dia. Bajunya belepotan kena es krim dan kue tart,” kata Ganes menceritakannya.
“Aduh, kenapa juga bisa begitu. Lantas kamu dimarahinya?” Anis menggerutu kesal mendengarnya.
“Nggak, dia diam aja. Gue kan nggak sengaja. Tapi meski udah minta maaf, gue merasa nggak enak juga.”
“Terus, permintaan maaf kamu diterima?”
“Ya nggak tahu! Wong dia langsung ninggalin gue, kok!”
“Udah, nanti biar Anis mintain maaf lagi ke dia. Ada-ada aja sih, kamu!,” kata Anis sebelum meninggalkannya.[]

Ganes balik lagi ke meja hidangan. Dia mengambil secangkir jus jeruk, kemudian berjalan dan duduk di kursi taman yang menghadap ke arah kolam renang. Dia duduk sendirian di situ. Rupanya dia benar-benar lagi tidak mood untuk bertegur sapa dengan orang lain. Mungkin karena merasa terpaksa datang ke pesta itu atau mungkin juga karena acccident kecil tadi yang jadi penyebabnya. Enak juga jadi orang kaya begini. Kalo merasa gerah bisa langsung nyemplungin badan ke kolam renang. Pasti seger banget. Selagi asyik berkhayal begitu, tiba-tiba matanya menangkap sosok gadis yang ditabraknya tadi. Eh, dia muncul lagi. Dia sudah ganti baju. Wah! Makin manis aja, dia. Pujinya dari dalam hati. Entah didorong oleh kekuatan apa, Ganes segera menghampirinya. Begitu melihat wajah orang yang telah menabraknya, wajah Gadis itu berubah menjadi kurang bersahabat.
“Gue mau...”
“Nabrak lagi?!” potong Gadis itu cepat. Wajahnya terlihat sinis. Ganes merasa tidak enak mendengarnya. Dia kelihatan tambah kikuk.
“Iya, eh, nggak! Gue mau minta maaf lagi sama kamu,” jawabnya gugup. Gadis itu menatapnya tajam. Mencari suatu kesungguhan di mata Ganes. Ganes balik menatapnya. Gadis itu buru-buru membuang pandangannya ke tempat lain.
“Asal kejadian tadi emang nggak kamu sengaja, aja,” ujarnya berlagak cuek.
“Bener, Ta. Gue bener-bener nggak sengaja, kok!” jawab Ganes serius. Gadis itu tampak terkejut mendengar Ganes menyebut pangkal namanya.
“Eh, kamu tahu nama gue, ya?” tanyanya penasaran.
“Iya, nama kamu Tasya, kan?” jawab Ganes nyengir.
“Dari Anya?” tanyanya lagi.
“Dari adik gue. Temen sekelasnya Anya. Oh ya, nama gue Ganes.” Sambil tersenyum Ganes mengulurkan tangannya. Mereka berjabat tangan. Kemudian mereka duduk berduaan di kursi depan kolam ikan. Asyik bercerita panjang lebar. Tentang sekolah, film, hobi dan sebagainya. Ganes merasa betah juga, sebab selain manis, Tasya memang teman ngobrol yang enak. Tanpa terasa waktu makin terus beranjak. []
   
Anis celingukan mencari-cari abangnya. Nyelip di mana tuh, anak! Jangan-jangan dia pulang duluan... eh, itu dia. Dasar! Rupanya dia asyik ngobrol dengan Mbak Tasya. Anis melambaikan tangan ke arah abangnya yang kebetulan lagi melihat ke arahnya.
“Bentar, Ta. Adik gue manggil, tuh!” Buru-buru Ganes menghampirinya.
“Ada apa, Nis?”
“Pulang yuk! Udah malem, nih,” ajak Anis pelan.
“Bentar lagi aja, Nis. Bentaaar lagi, oke?” kata Ganes serius. Kali ini dia yang terlihat memelas.
“Kenapa belon banyak dapet informasinya, ya?” Ledek Anis tersenyum. Ganes tertawa nyengir mendengarnya. Anis mengangguk setuju. Dia bergabung kembali dengan teman-temannya. Beberapa menit berlalu. Para tamu mulai beranjak pulang. Satu persatu teman sekelas Anya juga permisi pulang. Tinggal Anis sendirian. Tamu yang tersisa adalah kerabat keluarga dekat Anya. Kemudian Anis menghampiri abangnya lagi. Untuk mengajaknya segera pulang. Begitu melihat wajah Anis, Ganes langsung mengembangkan kelima jari tangannya ke arah Anis. Mungkin dia minta waktu lima menit lagi. Tebak Anis dalam hati dan dia berusaha mengerti. 
Anis berlalu dari situ dan ikut membantu Anya memasukkan kado-kadonya ke dalam rumah. Serta membantu membuka bungkus kado-kado itu. Setelah selesai, Anis melihat jam tangannya lagi. Wah, sudah lewat lima belas menit. Si Gokil ngaret lagi. Apa aja sih, yang mereka ceritakan sampai lupa waktu begini. Payah punya abang gokil, diajak pergi kemarin susahnya minta ampun, eh, diajak pulang juga sulit banget! Rutuk Anis mulai kesal. Kemudian dia mendatangi Ganes lagi. Setelah jaraknya tak seberapa jauh dari Ganes....

“Nes... Pulaaang!!” Tiba-tiba Anis berteriak keras. Setengah histeris juga, lho! Ganes yang asyik lagi tertawa terlonjak kaget. Mendengar suara teriakan yang memanggil namanya. Tamu-tamu yang masih berada di situ juga terkejut. Semua memandang heran pada Anis yang berdiri dengan mimik wajah mengkerut lucu begitu. Cepat-cepat Ganes berpamitan pada Tasya dan tergopoh-gopoh menghampiri adiknya. Semua tersenyum geli melihat pemandangan itu. Dasar! Kakak adik sama-sama gokilnya. Hihihi! (end) [Ganezh/19Jul99]



No comments:

Post a Comment