static5.depositphotos.com |
“Wah!
Angin apa yang membawa Orang Gunung mampir ke sini!” sapanya ramah.
“Sompret!
Apa kabar Muka Cyborg!” jawab Ganes
cepat sambil tertawa. Onal turun dari motor kesayangannya itu. Mereka berjabat
tangan akrab. Kemudian duduk di beranda sambil bercerita ngalor-ngidul. Karena
sudah cukup lama tidak bertemu.
“Elo
tadi udah mau nge-caw ke mana, Nal?”
“Gue
ada janji,” jawab Onal serius.
“Mau
ngapel? Sori kalo gue ngeganggu elo...” Ganes merasa tidak enak. Tapi Onal
memotong perkataan Ganes.
“Bukan.
Emang ngapelin siapa lagi. Nadya udah mutusin gue!” ucapnya Santai.
“Diputusin,
kenapa? Sayang banget. Dia cantik, ” Ganes mengerutkan dahinya.
“Nggak
tau juga. Kata dia gue lebih cinta motor gue ketimbang dia,” jawab Onal tertawa
masam. Ganes cuma tertawa nyengir mendengarnya. Onal memang sangat menyayangi
motor bebek biru yang diberinya nama ‘Blue
Twister’ itu. Motor itu memang terlihat keren, gagah mengkilap. Mungkin
paling gagah di antara motor-motor bebek lainnya. Onal juga bercerita, bahwa
nanti malam Twister ditantang berduel
oleh anak-anak Thunder. Dia terlihat
bersemangat kalau lagi bercerita tentang pengalamannya kebut-kebutan di jalan.
“Ikut
gue aja ya, Nes?!”
“Kemana?”
“Dasar
Gokil! Ya itu tadi, nepatin tantangan itu!” Onal bersungut.
“Apa
nggak bisa di-cancel dulu, Nal? Gue
pengen begadang di rumah elo. Kita bisa ngobrol nyampe pagi,” ucap Ganes dengan wajah serius.
“Nggak
bisa, dong! Apa kata Twister kalo gue
cancel! Lagian yang nantang itu bukan
cuma anak lokal, Nes. Ada Jef, temennya Dion Thunder. Kabarnya
anak Bandung
yang lagi berkunjung ke sini!” Jawab Onal lebih serius. Kelihatannya dia memang
tidak ingin mengecewakan gank motornya.
“Apa
bukan alasan yang lain?” tanya Ganes penuh selidik.
“Iya
juga. Taruhannya cukup gede!” jawab Onal tertawa lepas.
“Dasar,
Cyborg!” maki Ganes sambil
ikut tertawa. Disebut begitu Onal cuma tertawa. Memang tulang rahang muka Onal
terlihat gede persegi dan-- jerawatan. Jerawat batu, lagi! Makanya Ganes
memanggilnya si Muka Cyborg.
Jam
sembilan malam, mereka berangkat. Ganes dibonceng Onal di belakang. Sebelumnya mereka menjemput anak-anak Twister yang lainnya. Ternyata semua
motor mereka punya nama. Ada
yang Black Twister, Red Twister dan
sebagainya. Berdasarkan warna motor atau stiker yang tertempel pada motor
mereka. Mereka konvoi bareng menuju ke suatu tempat yang tak asing lagi bagi
mereka. Brrrooooarrrmmm!!! Suara raungan beberapa motor yang knalpotnya telah
dibuka. Membahana di jalan raya Sudirman. Beberapa orang di jalan menutup
telinga sambil memaki-maki. Mereka tetap melaju cuek. Terlihat bangga dengan
motor jambrongnya.
Mereka
menuju pada satu titik ke daerah taman bundar. Taman
yang mengelilingi sebuah kolam yang cukup luas. Orang-orang sini menyebutnya
Kambang Iwak (KI). Di daerah itu juga terdapat sebuah hotel berbintang lima serta sebuah
diskotik. Tidak mengherankan bila aktivitas di daerah itu tak pernah sepi.
Entah siang atau malam selalu ramai. Apalagi menjelang malam minggu atau hari
libur. Selain itu juga, KI (baca: kei-ai) merupakan salah satu lokasi mejeng
anak muda. Ajang pamer, sekaligus sirkuit para racer amatiran. Seperti malam ini, selepas maghrib-- sudah
nongkrong berbagai macam tipe dan merek kendaraan roda dua mau pun roda empat. Ada yang sekedar duduk
cuci mata sambil mamerin mobil bokap. Ada
yang cari cewek. Ada
juga ikut balapan yang penuh resiko dan tak berhadiah itu. Ada juga yang doyan bertaruh lewat acara adu
kebut itu.
Setengah
jam kemudian, rombongan Twister tiba di bundaran KI. Wah! Sudah ramai
rupanya. Mereka nangkring diatas motor atau juga di atas mobil. Berjejer
serabutan di pinggiran jalan. Ramai banget, baik remaja cowok mau pun remaja
ceweknya. Remaja ceweknya pun ada tang ikut beraksi, tapi kebanyakan cuma ikut
membonceng di belakang. Mungkin ikut cowok-cowok mereka, ya? Tawa dan pekik
manja mereka terdengar ceria seakan tanpa beban. Entah anak-anak gadis siapa
mereka itu Masih bisa kelayapan di malam hari begini, yang pasti mereka itu
anak-anak gadis produk perkotaan. Beberapa orang sudah melakukan aksinya. Entah
mau unjuk kebolehan atau juga cuma sekedar memanaskan mesin motor. Ganes
memandangannya dengan perasaan was-was. Bayangkan, mereka ngebut susul menyusul
dengan kecepatan tinggi. Tanpa memakai helm lagi! Beberapa kali di antara
mereka hampir berserempetan, tapi dengan sigap mereka bisa mengelakkannya.
Ganes
pernah bertanya pada Onal, kenapa mereka begitu menyukai permainan yang
mempertaruhkan nyawa ini. Onal bilang, sama seperti kita yang doyan mendaki
gunung, yang tidak mengerti akan mengatakan kita bodoh, amor fati! Karena mereka tidak tahu kebahagiaan serta kepuasan
batin yang kita peroleh, setelah ikut terjun ke dalamnya. Bener juga kali,
ye? Yang bikin lucu kalo para petugas
patroli datang, mereka jadi kalang kabut tak tentu arah Tak jarang terjadi
kejar-kejaran. Tapi dasar yang namanya hobi, setelah petugas patroli lewat
mereka kembali dan melakukan aktivitas mereka lagi. Mereka tak pernah jera
meski sering ditangkap. Tak pernah jera. Walau pun sering terjadi kecelakaan
hingga nyawa melayang atau cacat seumur hidup. Mereka juga tak pernah takut
dengan contoh-contoh nyata yang pernah terjadi. Mereka punya prinsip, “Peristiwa kemarin adalah kemarin, peristiwa
hari ini adalah hari ini, nasib orang bukan nasib gue.” Riskan banget, ya?
Ganes
juga tak habis pikir, kenapa mereka tidak menjadi pembalap sesungguhnya. Biar
lebih profesional, lebih resmi, lebih menjanjikan dan kalau terjadi kecelakaan kan ada ansuransinya
serta tidak bakalan diuber-uber oleh petugas patroli, ya nggak? Mungkin kembali
lagi ke alasan pribadi mereka yang tidak suka terikat aturan. Sebab di balapan
resmi, bakal banyak aturannya. Aturan Manajer, aturan balapan serta
aturan-aturan lainnya. Mereka kan
orang yang sulit diatur! Lebih mengutamakan kebebasan. Mereka lebih menyukai
aturan sendiri yang simpel-simpel saja. Meski segala resiko bakal ditanggung
sendiri. Padahal baik yang profesional mau pun amatiran kan sama resikonya. Sama-sama beresiko tinggi. Nggak tahu kalo mereka punya
nyawa serep, ya nggak?! Yang lebih
lucu lagi, mereka banyak yang belum pernah ikut perlombaan resmi. Padahal
hampir tiap malam minggu atau liburan mereka selalu ikut kebut-kebutan di
bundaran KI.
Selagi
Ganes asyik memikirkan kehidupan para racer
amatir itu. Tiba-tiba sebuah sedan silver melakukan atraksi putaran slalom.
Bunyi jeritan ban yang bergesekan dengan aspal, memekakkan telinga. Orang-orang
yang menyaksikannya bertepuk tangan sambil bersuit nyaring. Kemudian mobil
sedan itu menepi ke pinggir, pengemudinya keluar, gila seorang cewek! Sambil
tersenyum renyah dia menghampiri teman-temannya. Wih! Macan (manis cantik)
juga. Kelihatannya memang anak borjou. Anak yang nggak pernah tahu harga
beras!
“Hey!”
Ganes terlonjak kaget, Onal mengejutkan lamunannya.
“Gue
ajak elo ke sini, bukan buat ngelamun, Kil!” tambahnya lagi. Ganes tersenyum
nyengir sambil garuk-garuk kepala.
“Gue
kagum ama cewek itu, Nal.”
“Jauh,
Nes. Tongkrongannya borjou semua,
nggak kuat!” jawab Onal polos sambil tertawa.
“Ye,
elo! Gue kan
cuma kagum ama atraksinya, doang. Cewek begituan bukan tipe gue, Nal!” jawab
Ganes seenaknya.
“Emang
tipe elo yang bagaimana, Nes?” tanya Diki.
“Jangan
percaya mulut orang gunung, Dik! Dia sama aja ama elo, sama-sama buaya garing!”
Onal tertawa.
“Sompret!”
Maki Ganes dan Diki hampir bersamaan.
“Bener,
Dik. Tipe begituan cuma bisa bersolek dan foya-foya doang. Coba kalo dia
disuruh ke dapur. Masak misalnya. Pasti dia cuma bisa terbengong bloon. Mungkin
disuruh masak air aja, bakal gosong!” ujar Ganes tertawa, diiringi tawa
anak-anak Twister yang lain.
“Terang
aja, pembantu di rumahnya sudah pasti banyak,” tambah Onal juga. Selagi asyik
bercanda, serombongan pengendara motor bebek masuk ke daerah itu. Mereka
langsung menghampiri Onal dan rekan-rekannya.
“Anak-anak
Thunder, Nal.” bisik Eki pada Onal.
Mereka menyambutnya dengan ramah. Setelah berbasa-basi sebentar serta
memperkenalkan si Jef anak Bandung
itu...
“Gimana
kita langsung, apa ngangetin mesin dulu?” tanya Dion santai.
“Nyantai
aja, kita ngangetin mesin dulu!” jawab Onal tenang. Kemudian tiga pasang motor
sudah mengambil posisi start. Tiga anak Twister, tiga anak Thunder.
Suara gas motor meraung-raung sebentar. Kemudian seseorang mengangkat tangannya
dan... mereka melesat ke depan. Saling membayangi, saling potong dan dahulu
mendahului. Berputar-putar di sirkuit bundaran Kambang Iwak. Jantung Ganes
berdebar, ketika melihat mereka nyaris berserempetan. Gila! Benar-benar setan
jalanan! Batin Ganes. Setelah tiga putaran, mereka menepi kembali. Onal tampil
sebagai pemenang dalam pemanasan itu.
“Tolong
di-clean dulu!” kata Onal pada yang
lain. Diki Twister dan Bobi Thunder berputar mengelilingi sirkuit
Kambang Iwak perlahan. Mereka menyuruh racer-racer
amatir lainnya, agar menyingkir sebentar. Dan semua menurut, karena kelompok Twister dan Thunder cukup disegani di sirkuit bundaran KI ini. Dalam waktu
singkat, sirkuit sudah lengang. Para racer
amatir lainnya sudah menyingkir ke pinggir sirkuit. Waktu menunjukkan hampir
jam dua belas malam. Mereka berjejer di pinggiran. Menanti adegan yang
menegangkan. Duel antara Onal Twister,
Dion Thunder dan si Jef anak Bandung. Mereka bertarung
untuk memperebutkan nama sekaligus segepok uang taruhan.
“Hati-hati,
guys!” pekik Ganes mengingatkan
mereka. Mereka mengangguk mantap. Mereka telah berada di posisi start. Suara motor meraung-raung
dahsyat. Tepat jam nol-nol tengah malam, Diki sebagai juri mengangkat
tangannya. Ketika tangan Diki diturunkan, secepat kilat mereka melesat. Pada
awalnya mereka berjajar saling membayangi. Kemudian Jef mulai memimpin di
depan. Onal dan Dion masih sibuk bersaing untuk berada di posisi kedua. Pada
putaran pertama Jef masih memimpin dan Onal berhasil meninggalkan Dion di
belakang. Sekarang dia berusaha keras menyusul Jef. Hampir berhasil. Namun
tiba-tiba Jef merapat ke arah Onal untuk membayanginya. Onal mengelak ke
samping, Blue Twister-nya oleng,
akibatnya mereka hampir berserempatan. Orang-orang yang menonton adegan itu
menahan nafas. Tegang. Kemudian bersorak-sorak memberi semangat. Memasuki
putaran ke dua, Onal makin dekat ke arah Jef. Dia akan memotong dari arah kiri,
gila banget! Kembali Jef menghalanginya. Kali ini Onal menjaga jarak dan pada
tikungan berikutnya, Onal berhasil menyalip si Jef. Cepat dan tiba-tiba.
Anak-anak
Twister bersorak girang karena
memasuki putaran ke tiga, Onal berhasil memimpin di depan. Jef dan Dion
berusaha keras untuk menyusulnya. Perlahan namun pasti Jef berusaha menjajari
Onal kembali. Onal menarik gas Blue
Twister-nya lagi. Pada detik-detik terakhir menjelang finish, Jef hampir mensejajarinya. Tapi kemenangan sudah berada di
tangan Onal dan entah disengaja atau tidak, tiba-tiba ban depan motor Jef
menyenggol ban belakang Blue Twister. Onal dan motornya jadi oleng dan—brraaakk!
Onal terbalik. Begitu juga dengan si Jef. Tubuh dan motor mereka terpental.
Terbanting keras bergulingan di aspal. Bersamaan dengan itu, Dion yang melaju
kencang dari belakang, menghantam keras ke arah mereka . Tak ayal lagi tabrakan
beruntun terjadi. Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu menjerit dan
terpana melihat adegan mengerikan itu. Mereka memburu ke arah Onal, Dion serta
Jef. Motor-motor mereka rusak berat dan
tubuh mereka berdarah! Semua merubung dengan panik. Memanggil-manggil nama
mereka. Orang-orang itu tidak sempat melihat bagian tubuh mana yang terluka.
Yang pasti sekujur tubuh mereka berlumuran darah segar.
“Diki!
Bobi! Mereka harus cepat kita bawa ke rumah sakit!” pekik Ganes gugup.
“Iya
tapi pake apa? Motor?!” jawab Diki dan Bobi bersamaan. Mereka kelihatan sangat
bingung dan panik. Ganes terdiam kemudian menebarkan pandangannya.
“Cari
taksi! Taksi di hotel!”
“Taksi
di diskotik!” Terdengar suara-suara yang lain. Hotel dan diskotik berada
ratusan meter dari situ. Tiba-tiba Ganes berlari ke arah mobil si Macan dan
teman-temannya.
“Tolong!
Anterin mereka ke rumah sakit!” Ganes memohon padanya, tapi cewek Macan itu kelihatan ragu dan-- gila!
Menggeleng!
“Tolonglah!
Ini menyangkut nyawa orang!” pinta Ganes sekali lagi. Si Macan masih kelihatan
ragu. Gokil jadi naik pitam. Beberapa anak Twister
dan Thunder menyusulnya.
“Kalo
kalian nggak mau menolong, gue bakal hancurin mobil-mobil kalian!” Gila banget!
Ganes mengancamnya. Sepertinya dia tidak main-main. Bogemnya terangkat ke atas.
Siap menghantam kaca depan sedan itu...
“Iy--iya...
kami anterin!” Si Macan jadi ketakutan. Mereka berdesak-desakan di tiga mobil
itu, melesat ke Rumah Sakit Benteng.
Sampai
di rumah sakit, para korban langsung masuk ruang UGD. Keluarga mereka langsung
dihubungi. Semua pengantar duduk diam membisu. Menunggu kedatangan keluarga
para korban. Ganes mendekat ke arah si Macan dan teman-temannya yang mengantar
tadi.
“Terima
kasih atas pertolongannya. Pertolongan kalian sangat berarti bagi Mereka. Dan
gue juga mau minta maaf. Gue sadar cara-cara gue tadi salah. Gue siap kalo
kalian mau men...” Tapi buru-buru si Macan memotong perkataan Ganes.
“Nggak
apa-apa. Rasanya kami yang perlu minta maaf. Karena sempat menolak.” Ganes tidak menyangka si Macan bakal menjawab
begitu. Dia merasa lega mendengarnya.
“Sekali
lagi terima kasih, ya. Ngg… kalian mau ikut menunggu atau mau pulang ? Sebab
malam makin larut. Kami akan menunggu sampai pagi. Kalo kalian mau pulang
silahkan. Sekali lagi kami ucapin terima kasih,” kata Ganes menganjurkan. Semua
teman-teman si Macan saling pandang. Kemudian Mereka memandang ke arah si gadis
Macan.
“Kalian
pulang aja duluan.” Walah! Si Macan menyuruh teman-temannya pulang duluan?
Mendengar itu, Ganes mengerutkan kening keheranan.
“Elo,
Ca? Mau ikut nungguin?” tanya mereka tak percaya mendengar perkataan Macan,
yang dipanggil “Ca” itu.
“Yaaah...
Gue pulang, nggak pulang nggak ada bedanya,” jawabnya santai. Tapi nada
bicaranya terdengar putus asa sekaligus menyiratkan kekecewaan. Ganes jadi
penasaran dengan dengannya. Akhirnya teman-temannya pulang meninggalkannya
sendirian. Kemudian Macan duduk ke sebelah Ganes.
“Ng--
Elo nggak dicariin orang tua elo?” tanya Ganes hati-hati. Macan menghela nafas
mendengar pertanyaan itu.
“Bagi
gue, pulang nggak pulang sama aja. Oh ya, nama elo siapa?” Dia balik bertanya.
“Gue
Ganes. Elo?”
“Oca.”
“Elo
sering ke bundaran KI?” tanya Ganes lagi.
“Hampir
tiap malem Minggu atau liburan. Tepatnya sih, suka-suka gue. Habis gue nggak
pernah kerasan di rumah. Terus nggak bakal dicariin,” jawabnya pelan. Ganes
terdiam. Mungkin dia anak broken home. Tebak Ganes dalam hati.
“Bokap
nyokap gue pada sibuk semua. Jarang ada di rumah.” tambahnya lagi.
“Elo
sekolah di mana, Ca?”
“Di
SMU Andalas.” Wah! Dia sekolah di sekolah swasta yang bonafit di kota ini.
“Anak
tunggal, ya?” tanya Ganes lagi.
“Nomor
dua. Gue ada abang. Tapi... udah minggat entah ke mana.” Selagi berkata begitu,
wajahnya kelihatan sedih sekali. Ganes merasa tidak enak hati.
“Maaf,
Ca. Bukan maksud gue...”
“Ah,
nggak apa-apa, Nes! Gue senang elo banyak tanya begitu. Gue merasa diperhatiin
jadinya,” jawab Oca polos sambil tersenyum. Kasihan. Pasti dia haus kasih
sayang dan perhatian. Untuk sesaat mereka berdua hanya saling diam membisu.
“Elo
sering ikut kebut di KI, Nes?” Tiba-tiba Oca bertanya.
“Nggak
pernah. Gue orangnya takut mati, kok!” jawab Ganes polos. Kemudian dia tertawa
nyengir.
“Masa?
Elo bohong. Jadi tadi ngapain ngejogrok
di sana?” Oca
tak percaya. Belum sempat Ganes menjawabnya, keluarga Onal dan Dion hadir
hampir bersamaan. Mereka masuk ke ruang tunggu UGD. Mereka langsung mencecar
anak-anak Twister dan Thunder, yang memang sudah Mereka kenal
sebagai teman main anak-anak mereka. Mereka bertanya dengan nada cemas, marah
dan kesal bercampur jadi satu. Cemas tentang keselamatan anak-anak mereka.
Marah dan kesal karena larangan dan nasehat mereka untuk tidak kebut-kebutan di
jalan, selalu dilanggar oleh anak-anak mereka. Tiba-tiba pintu salah satu
ruangannya terbuka. Seorang dokter keluar, kedua keluarga itu merubung ke
arahnya.
“Anak
saya gimana, Dok?!”
“Anak
saya selamat kan,
Dok?!” tanya mereka panik dan cemas. Semua menunggu jawaban dokter itu dengan
tegang.
“Tenang.
Semuanya harap tenang. Keluarga Jefri ada di sini?” Semua nampak kebingungan
mendengar pertanyaan dokter itu..
“Kok,
Dokter nanyain anak orang lain! Nama anak saya Onal, Dok?!”
“Iya,
Dok! Anak saya?! Anak saya Dion, Dok?!” tanya para ibu itu panik. Mereka juga
terlihat kesal.
“Tenang,
Ma. Dia teman anak saya Dion, Dok,” jawab laki-laki yang mungkin papanya Dion
itu. Dokter itu menghela nafas...
“Dia
tidak tertolong. Pendarahan di otaknya sangat parah”
“Aa-a-
anak saya gimana, Dok?!”
“Aa-
nak saya, Dok?!” Ibu Onal dan Dion bertanya makin panik sambil menarik-narik
baju dokter itu. Dokter itu tampak kewalahan. Suami mereka dan keluarganya yang
lain mencoba menenangkan mereka. Kemudian dokter yang merawat Onal dan Dion
keluar. Mereka mengabarkan bahwa keduanya berhasil diselamatkan. Mendengar
kabar itu, mereka menangis antara sedih dan bahagia. Kasihan banget mereka, ya!
Mereka adalah sebagian kecil dari orang-orang tua yang menderita akibat ulah
anak-anak mereka. Entah bagaimana reaksi keluarga Jefri yang di Bandung nanti, begitu
mendapat kabar tentang kematian anak mereka. Biarlah Tuhan yang akan
mengaturnya.
Kelang
satu hari Ganes membesuk Onal lagi. Ibu Onal menyambutnya ramah dan memberi
kesempatan Ganes untuk menemaninya. Dia merasa sedih melihat keadaan Onal. Onal
yang jago mesin. Yang jago ngebut dan Onal si Muka Cyborg. Dia
terbaring lemah dengan tubuh penuh balutan, kecuali muka dan perutnya.. Kaki
kanannya di-gif. Dengar-dengar kabar dari keluarganya, Onal
bakal cacat seumur hidup. Bakal pincang, karena tulang lututnya remuk. Sedang
si Dion bakal lumpuh total. Dia mengalami cidera tulang punggung yang cukup
parah. Tragis banget kan!
Kasihan, elo nggak kayak cyborg lagi,
tapi mirip mummi, Nal! Coba gue
kemarin berhasil meng-cancel
kepergian elo. Mungkin nggak akan begini jadinya. Bisik batin Ganes penuh
sesal. Dia duduk diam di tepi ranjang Onal. Dia mengamati keadaan temannya itu.
Tiba-tiba Onal terbangun dan bergumam. Lebih mirip merintih, Ganes mendekat.
“Kenapa,
Nal, mau minum?” tanya Ganes pelan. Onal menggeleng lemah. Dia berusaha
tersenyum melihat kehadiran Ganes.
“Gimana
keadaan elo sekarang?”
“Mendingan,
Nes.” Wajah Onal meringis seperti menahan sakit. Suaranya terdengar parau dan
berat. Kemudian dia berbicara lagi.
“Si
Jef meninggal. Dion bakal lumpuh dan gue... bakal pincang seumur hidup. Sayang
sekali, Nes...” Onal menghentikan kata-katanya. Wajahnya kembali meringis
menahan sakit. Ganes mengerutkan keningnya.
“Ya?”
Ganes menunggu kelanjutan kata-kata Onal.
“Ya,
sayang sekali. Blue Twister gue rusak
berat... Jefri main curang. Dia sengaja menyerempet gue. Akibatnya kecelakaan
ini terjadi. Padahal sudah pasti gue jadi pemenangnya,” ujar Onal dengan suara
parau. Terdengar cukup santai. Ganes melongo bloon mendengar kata-kata Onal
barusan. Rupanya di otak Onal cuma ada kata-kata menang dan Blue Twister-nya. Gila banget nih, anak!
Udah untung masih bisa bernafas, eh, dia masih mikirin itu semua. Gumamnya
dalam hati.
“Elo
emang gila, Nal. Udah sekarat begini, masih bisa mikirin Blue Twister elo. Mikirin menang balapan yang hampir merenggut
nyawa elo. Seharusnya elo tuh, mikir! Mikirin gimana keadaan elo sekarang!
Dasar muka Cyborg!” maki Ganes dengan
kesal. Mendengar itu Onal cuma meringis. Entah menahan sakit atau cuek pada
kata-kata Ganes barusan. Entahlah hanya dialah yang tahu. [end] [Ganezh
13-07-1999]
salah satu blog favorite kak
ReplyDeleteElever Media Indonesia