pic from toonpool.com |
“Sudah semestinya para pendaki belajar memisahkan ‘bahaya’ dengan ‘tingkat kesulitan’ atau ‘kehati-hatian’ bisa jadi sukar dipisahkan dari ‘pengecut’ atau ‘banci’, dan kecelakaan konyol karena ‘nekat’ umumnya lebih dikaitkan pada intuisi yang kurang tajam.”
Gaston
Rebuffat [Perancis].
“Jangan
meraih keberhasilan atau kemasyuran dengan tebusan pengorbanan yang hanya
didasari oleh kecerobohan belaka,”
Maurice
Herzog [Perancis].
“Mengurangi
bahaya objektif adalah keterampilan terpenting,
yang
dapat dilatih seorang pendaki,”
Reinhold
Messner [Italia].
“Tiap
makhluk hidup dapat menyesuaikan diri pada keadaan.
Dari
apa yang tampak dari kejauhan.
Mereka
dengan cepat dapat melakukan penyesuaian.
Ancaman
atau kenyataan tentang kematian dapat menuntun pada kejernihan pemikiran
tentang agama atau apa yang selalu dalam pemikirannya,”
Peter
Boardman [Inggris].
“Dibutuhkan
lebih banyak keberanian untuk menghadapi kehidupan sehari-hari yang sebenarnya
lebih kejam dari pendakian yang nyata. Ketabahan. Tetapi lebih banyak
dibutuhkan ketabahan untuk bekerja di kota dari pada mendaki gunung yang tinggi”
Peter
Boardman [Inggris].
“Sudah
semestinya para pendaki belajar memisahkan ‘bahaya’ dengan ‘tingkat kesulitan’
atau ‘kehati-hatian’ bisa jadi sukar dipisahkan dari ‘pengecut’ atau ‘banci’
dan kecelakaan konyol karena ‘nekat’ umumnya lebih dikaitkan pada intuisi yang
kurang tajam,”
Gaston
Rebuffat [Perancis].
“Manusia
cuma bisa berhasil menjejaki puncak tapi tak pernah bisa menaklukkan
gunung,”
Gaston
Rebuffat [Perancis].
“Di
atas 5.000 meter tidak ada belas kasihan lagi,”
Alex
McIntre [Inggris].
“Hati-hatilah
mendefenisikan kreativitas pendakian,
sebab akan kau temukan sesuatu dari
pendakianmu,”
Wanda
Rutkietwickz [Polandia].
“Kesuksesan
adalah sesuatu yang diingat sesaat,
sedang
kesalahan akan diingat selamanya,”
Josune
Bereziartu [Perancis].
“Pergilah
keluar, nikmatilah alam ini dan gunung bisa jadi guru yang baik,”
Junko Tabei [Jepang].
“Dapatkah
anda membukakan jendela-jendela itu?
Aku
ingin berpamitan dengan gunung-gunungku tercinta yang biru, untuk terakhir
kalinya saya ingin memandang hutan-hutan lebatku yang hijau. Sekali lagi aku
ingin menghirup udara pegunungan,udara
alam bebas itu,”
kata-kata
terakhir Franz Wilhelm Junghun, Jerman,
sebelum
menghembuskan nafasnya yang terakhir, dihadapan
sahabatnya, Dr. Ghroneman.
“Tergantung
antara ujung-ujung jari dan pinggir yang tajam dan kaki yang tegak pada bibir
dinding batu,
adalah
hidup seorang manusia”
Geoffrey
Winthrop Young [Inggris].
“Hidup
adalah soal keberanian, menghadapi tanda tanya,
tanpa
kita bisa mengerti, tanpa
kita bisa menawar, terimalah
dan hadapilah,”
Soe
Hok Gie [Indonesia].
“Di
alam bebas kita akan tahu kebesaran Tuhan. Di
situ akhirnya kita akan bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Tuhan. Kita
jadi arif dan bijaksana bila selalu mengingat kebesaran Tuhan”
Herman.
O. Lantang [Indonesia].
“Ketakutan
itu selalu ada, cuma tergantung bagaimana kita mengatasinya,”
Norman Edwin [Indonesia].
“Jangan
pernah anggap enteng arus yang datar,
sebab
kita tidak tahu ada apa di dalam sungai,”
Norman
Edwin [Indonesia].
“Adalah suatu kebahagiaan bagi seorang caver bila lampu yang dibawanya menjadi sinar
pertama yang mengungkap keindahan bawah tanah,”
Norman Edwin [Indonesia].
“Bahaya
objektif bisa jadi bahaya subjektif,
kalau
kita tidak siap atau kurang pengalaman,”
Muhammad
’Ogun’ Gunawan [Indonesia].
No comments:
Post a Comment