Thursday, February 13, 2014

Hantu Itu Bernama Hipotermia



static.pulsk.com
"Alam tak akan bisa dilawan, kecuali dipelajari, disiasati, ditanggulangi, barulah diakrabi!" [Ganezh/2012]

Banyak penyakit yang akan mengancam seseorang ketika berada di ketinggian, tipisnya lapisan udara, cuaca dingin atau panas yang berlebihan. Penyakit-penyakit ketinggian ini relatif bisa diprediksi dan diperhitungkan sebelumnya. Seseorang yang sempat berlatih fisik dan berolah raga relatif lebih mudah menghadapinya ketimbang yang tak punya persiapan sama sekali. Salah satu penyakit yang jadi hantu paling menakutkan para pendaki tropis atau mungkin juga pendaki gunung salju adalah hipotermia. Penyakit ini muncul akibat tidak tertanggulanginya dengan baik gejala atau penyakit akibat hipoksia. Baca: Hipoksia: Sang Induk Penyakit Ketinggian

Karena akhir-akhir ini banyak beberapa pendaki kita yang gugur akibat hipotermia, maka saya merasa perlu untuk mencoba kembali menulisnya. Minimal akan me-refresh ingatan kita tentang bahaya pendakian tanpa persiapan fisik, mental, pengetahuan dan peralatan yang standar. Penyakit ini adalah penyakit ketinggian berkelas acute mountain sickness (AMS) yang mengakibatkan hilangnya atau menurunnya suhu tubuh dari batas normal yang bisa menyebabkan kematian.


Penyebab hipotermia tak sekedar karena udara yang dingin, tapi bisa saja karena si penderita bajunya basah kehujanan atau karena keringat yang berlebihan. Memang faktor ini bisa menjadi penyebab utama. Pakaian basah akan mengurangi insulasi (kemampuan untuk menjaga panas badan) hingga 90 persen! Juga akibat kelelahan, asupan makanan yang kurang, serta peralatan yang tak memadai akan memperparah hipotermia. Bahkan menjurus ke arah kematian.

Bagaimana Cara Panas Tubuh Didapat?
  • Panas lewat pencernaan makanan; makanlah makanan yang berkalori.
  • Panas dari luar; dari makanan atau minuman hangat, sinar matahari, perapian, atau panas tubuh orang lain.
  • Gerakan atau aktivitas otot. Menggigil adalah reaksi alami tubuh untuk mendapatkan panas. Menggosok-gosokkan tangan atau berlari-lari kecil di tempat.
  • Penyempitan pembuluh-pembuluh darah lapisan kulit—ini juga reaksi alami tubuh—yang mengakibatkan peredaran darah pada lapisan kulit melambat, bertujuan menjaga darah agar selalu dekat dengan jantung. Kalau kita meminum minuman keras (beralkohol), artinya kita melawan proses alami tubuh ini, karena minuman keras akan memperlebar pembuluh darah, itu sama saja dengan membuka jendela, tentu akan semakin memperlancar hilangnya panas tubuh! 
Kehilangan Panas Tubuh. Kenapa?
  • Respirasi atau bernafas. Ini mutlak dan tak bisa dihindarkan. Mengikatkan (jangan kelewat erat) bandana ke depan hidung akan sedikit lebih bikin nyaman.
  • Penguapan keringat dari kulit. Ini juga tak bisa dihindarkan, tapi bisa dikendalikan dengan memakai pakaian yang tak menyerap air, tapi uapnya masih bisa ke luar.
  • Konduksi. Bersentuhan langsung bagian tubuh dengan benda dingin, misalnya batu, air atau tanah. Termasuk baju basah yang menempel di kulit.
  • Hembusan angin. Udara dingin akan lebih dulu menyengat bagian-bagian tubuh yang tak terlindungi. Misalnya, kepala, telinga, tangan dan leher. Di sini pentingnya memakai sebu/ balaklava, sarung tangan dan syal leher. Jadi bukan sekedar untuk gaya.
Penderita hipotermia akan menunjukkan gejala-gejala sesuai dengan tingkat penurunan suhu tubuh. Misalnya, kehilangan kesadaran, menceracau (bukan kesurupan!) yang berujung pada apa yang disebut paradoxical feeling of warmth, artinya merasakan hal sebaliknya—yakni penderitanya malah merasakan panas atau gerah. Bahkan bisa saja malah menanggalkan pakaiannya di udara yang dingin.

PENURUNAN SUHU TUBUH AKIBAT HIPOTERMIA
Suhu Badan (Celcius)
Gejala - Gejala
37
Suhu normal manusia
36 - 35
Menggigil, bulu roma berdiri, tapi masih bisa terkendali. Gerak langkah jadi lambat. Koordinasi tubuh mulai terganggu.
35
Menggigil tak terkendali.
35 - 33
Pengambilan keputusan dan koordinasi tubuh kacau. Langkah kaki sering tersandung. Mendadak berbicara kasar.
33
Semakin menggigil. Denyut nadi dan tekanan darah mulai menurun.
32 - 29
Menggigil berhenti. Kebingungan meningkat, menceracau, ingatan hilang, gerakan tersentak-sentak, bola mata membesar.
29 - 28
Kejang otot, bola mata membesar, denyut nadi tak teratur, tarikan nafas melemah, warna kulit kebiruan, tingkah laku kacau, menuju ke arah tidak sadar.
27
Pingsan, pupil mata tak bereaksi pada cahaya, kehilangan gerakan spontan, tampak seperti telah meninggal.
26
Koma gawat, suhu tubuh menurun dengan cepat.
20
Denyut jantung berhenti (meninggal).

Jika Telah Melihat Gejala Awal, Tindakan Yang Harus Diambil Adalah:
  • Jangan biarkan ia tidur. Karena bisa saja ia makin kehilangan kesadaran dan tak mampu menggigil lagi. Bila perlu ajak ngobrol sambil melakukan tindakan selanjutnya. Jangan beranggapan ketika ia mengantuk dan ingin tidur itu merupakan hal bagus, atau menganggap ia akan tenang dan segera membaik.
  • Beri minuman hangat dan manis. Bila memungkinkan beri makanan hangat. Kalau penderita menolak, silahkan dipaksa. Makanan hangat itu harus ditelannya agar ada bantuan panas langsung dari dalam tubuh. Jangan beri dia kopi sachet tanpa seduhan air hangat. Seperti kasus yang pernah ada. Bisa diberi minyak kayu putih, bukan balsem (yang mengandung menthol) akan semakin dingin.
  • Ganti bajunya dengan yang lebih hangat dan kering.
  • Jangan tetap berada di tempat terbuka. Jadi segera masukkan ke tenda, ke bivak atau goa.
  • Jangan baringkan di tanah, disandarkan di batu secara langsung. Meski dalam keadaan darurat sekalipun. Jadi harus dialasi matras atau tikar aluminium foil.
  • Masukkan ke dalam sleeping bag (SB). Usahakan SB sudah dihangatkan oleh rekan yang lebih sehat. Bisa juga penderita dipeluk oleh rekan yang sehat tadi (untuk transfer panas tubuh). Bila perlu keduanya hanya mengenakan pakaian dalam di satu SB. Ingat memasukkan penderita hipotermia—yang tak mampu lagi menggigil atau bergerak—sendirian ke SB itu fatal. Karena suhu dalam SB tak akan mendapatkan panas yang cukup!
  • Letakkan botol berisi air hangat (bukan panas!) ke dalam SB. Itu akan sangat membantu.
  • Usahakan dekatkan dengan perapian.
  • Jika penderita sadar, beri makanan atau minuman yang manis-manis. Makanan bisa coklat atau gula merah.
CATATAN SAYA:
  • Mari kita jujur pada diri sendiri, juga pada rekan seperjalanan kita, bila kita mulai merasakan ada yang tidak beres dengan kondisi tubuh kita.
  • Jangan memaksakan diri, hanya karena malu, apa lagi gengsi mengakui kondisi yang mulai payah.
  • Jangan gampang percaya dengan teman yang mengatakan dia baik-baik saja, sementara gerak atau bahasa tubuhnya malah menyatakan sebaliknya.
  • Awasi, temani, jagai dan ajaklah berbicara (jangan sampai ia tidur atau bengong) penderita hipotermia yang kelihatan mulai pulih, mau makan, bahkan mulai bercanda. Karena beberapa kasus penderitanya meninggal ketika ia dinilai atau terlihat membaik, ternyata akhirnya malah tewas. Mungkin seperti istilah penyakit demam berdarah yang disebut pelana kuda. Tampak membaik, padahal itu titik terkritis.
  • Bawalah termometer badan agar bisa memastikan suhu tubuh kita baik-baik saja.
  • Lengkapi peralatan pendakian yang sesuai standar safety juga nyaman.
  • Sesuaikan ransel serta kapasitas bawaan dengan tenaga atau kemampuan kita.
  • Terkadang dibutuhkan “ketegasan” untuk memaksa rekan kita agar mau makan, minum obat, atau melarangnya tidur di jalan. Bahkan rekan saya pernah menampar teman saya yang minta tidur di rute pendakian. Karena saat itu hujan badai dan kebasahan.
  • Berolahragalah jauh hari sebelum melakukan perjalanan pendakian.
  • Induk dari semua mountain sickness adalah hipoksia, jadi kita harus bisa menanggulanginya, agar tak menjelma menjadi acute mountain sickness (AMS).
  • Marilah kita menjadi pendaki yang bijak pada alam, juga pada diri sendiri! [Ganezh/Feb 2014/]
Sumber: 
Naskah buku Ceritakembara/Ganezh (2014); Jejak Sang Beruang Gunung NE/Ganezh (2006) dan buku Mendaki Gunung Sebuah Tantangan Petualangan/NormanEdwin (1987);

1 comment: