Showing posts with label Novel Petualangan Ganes. Show all posts
Showing posts with label Novel Petualangan Ganes. Show all posts

Saturday, February 15, 2014

Demam Gondrong


“Waktu tak akan bisa kita paksakan kehadirannya
Karena ia datang sendiri. Jadi hanya bisa dinanti, 
dijalani, dilewati, atau dikenangi.” [Ganezh/1999]

Tahun ini rambut gondrong lagi nge-trend. Hampir di semua tempat ditemui pemuda berambut gondrong yang lagi asik nongkrong. Ada yang lurus kayak sih Bucek Deep, kayak AXL nya GNR, atau tokoh yang identik dengan gondrong, meski lagi botak, yakni Gugun Gondrong :P Ternyata demam itu juga menjalari Ganes and the gank. Saat ini ia masih “gotang” alias gondrong tanggung. Maklum masih anak sekolahan. Tapi saat liburan panjang nanti ia berniat menggondrongkan rambutnya. Hingga menjelang masuk sekolah.

Ramadhan


Bulan puasa adalah bulan emasnya umat Islam. Merupakan bulan yang penuh berkah dan ampunan dari Allah SWT. Di bulan itu pula umat Islam diwajibkan untuk berpuasa selama satu bulan penuh. Menjauhi segala perbuatan dosa. Menahan segala hawa nafsu. Pada umumnya orang yang berpuasa itu mulutnya berbau kurang enak. Misalnya temen Ganes yang bernama Abon. Sedang tidak berpuasa aja dia bau, apalagi kalo dia berpuasa. Hiy! Nggak bisa dibayangin. Tapi doi selalu berpegang teguh pada nasehat-nasehat Wak Haji Dulah. Beliau selalu mengatakan bahwa bau mulut orang yang berpuasa akan lebih harum semerbaknya minyak kasturi nantinya. Amin aja, deh! Kalo si Adut lain lagi. Doi lebih seneng puasa kecil. Itu lho, puasa yang waktu berbukanya pas tengah hari. Hehehe.

Blue Twister



 
static5.depositphotos.com
Malam minggu dari pada manyun, nggak ada yang diapelin, Ganes berkunjung ke rumah Onal, teman lamanya yang anak otomotif SMK 70 itu. Onal yang cukup ahli soal mesin, apa lagi mesin motor. Entah sudah berapa kali motor bebeknya di-tune up olehnya. Dia jago kebut-kebutan di jalan. Dia juga menjadi pimpinan Twister. Kelompok racer amatiran di kota Palembang. Ganes memasuki gerbang rumah Onal. Terlihat Onal sudah bersiap-siap hendak pergi. Ketika melihat tampang Ganes yang cengar-cengir , dia sempat terkejut. Senyumnya mengembang. Dia urung men-starter motornya.
“Wah! Angin apa yang membawa Orang Gunung mampir ke sini!” sapanya ramah.
“Sompret! Apa kabar Muka Cyborg!” jawab Ganes cepat sambil tertawa. Onal turun dari motor kesayangannya itu. Mereka berjabat tangan akrab. Kemudian duduk di beranda sambil bercerita ngalor-ngidul. Karena sudah cukup lama tidak bertemu.

Bis


Siang itu, Kota Palembang terasa lebih panas dari biasanya. Matahari melotot garang dengan teriknya. Tampak Ganes berdiri gelisah di halte bis di ruas Jalan Basuki Rahmat. Mulutnya sudah ngedumel sendiri. Merasa kesal belum juga dapat tumpangan. Kendaraan yang lewat selalu beda jurusan atau sudah sarat penumpang. Tampak doyong kelebihan muatan. Para sopir dan kondektur bis kota memang tak pernah jera, meski sering terjadi kecelakaan akibat kelebihan muatan. Merasa tak perduli dengan kondisi bis yang oleng ke kiri. Pikirannya hanya dapat memburu setoran sebanyak-banyaknya. Anehnya, masih ada saja penumpang yang mau naik. Meski harus berdiri, berdesakan atau bergelantungan, sampai ke kedua pintunya. Tak memikirkan keselamatan mereka sendiri. Merasa penting cepat sampai ke tujuan. Padahal jika terjadi kecelakaan, akan lebih cepat sampai ke rumah sakit atau malah akhirat! 

Tuesday, February 11, 2014

Survival [Bagian 1]



Liburan habis caturwulan pertama datang lagi. Banyak para pelajar yang sudah punya rencana buat mengisi liburannya. Pergi bersama keluarga atau bersama gank sekolahnya. Liburan memang obat penenang bagi orang-orang yang selalu dipenuhi aktivitas harian. Tak terkecuali bagi para pelajar. Di mana mereka diembat pelajaran saban hari. Anak-anak sispala Wanacala SMUN 2000 juga sudah sibuk menjalankan rencana pendakian bersama ke Gunung Rinjani, 3.726 mdpl, di Lombok, NTB. Tapi liburan kali ini benar-benar tak asyik bagi Ganes. Karena ia tak bisa bergabung dengan pendakian Rinjani. Karena harus mengantar sekaligus menemani Anis liburan ke Bandung, ke rumah Om Handri.

Survival [Bagian 2]



“Gimana, Dang? Sekarang udah jam dua belas!” tanya Luki makin cemas. Idang meraih HT dari tangan Luki. Ia menghubungi OSC Badak. Dengan sangat terpaksa ia menceritakan kejadian tim mereka pada Kang Jack. Benar saja, Badak jadi geger karena berita itu. Bahkan mungkin mulai tersiar ke seluruh Tim SAR. Terkesan unik dan konyol jika ada tim SAR tiba-tiba berubah menjadi survivor dan masuk daftar pencarian orang. Untung Kang Jack bisa mengerti dan paham. Ia melarang SRU 7 untuk bergerak. Karena akan dikirimkan tim bantuan ke posisi mereka. Mereka disuruh menunggu sambil terus menyelidiki ke mana arah Ganes menghilang.

Survival [Bagian 3]



Api! Gue mesti bikin api SOS secepatnya! Siapa tahu helikopter itu akan melihatnya. Dia juga membakar topi serta ranting-ranting kering, lalu meniupnya dengan tergesa-gesa. Nah, apinya mulai gede! Ia juga memasukkan ranting-ranting pohon yang cukup besar. Api makin berkobar, suhu di situ jadi lebih hangat. Terkahir ia  memasukkan dedaunan basah ke dalam kobaran api. Seketika muncul asap putih kekuningan yang tebal, bergumpal dan bergulung-gulung. Ganes menjerit lantang. Setangah hiteris, juga panik. Idaaang!Toloooong! Suara jeritannya dipantulkan oleh bukit dan lembah Gunung Gede.[]

Thursday, February 6, 2014

“Nes... Pulaaang!!”


“Jangan memaki kelabilan…
Karena kita semua pernah menjalaninya!
Tapi makilah kelebayan…
Karena kita memang tak harus menjalaninya!”
[Ganezh/Feb’2014]



Suara cekikikan terdengar dari ruang tengah. Rupanya Anis dengan beberapa teman-temannya sudah sampai di rumah. Terdengar cukup ramai. Padahal mereka cuma berempat, termasuk Anis. Tak dapat dibayangkan kalau mereka berkumpul satu kelas. Bisa kalah riuh rendahnya pasar pagi. Ganes yang lagi asyik tidur-tidur ayam terlonjak kaget. Gila, para Nenek Sihir datang ke sini. Bisa hancur ketenangan rumah ini! Rutuknya terasa terganggu. Dia berusaha cuek, namun keramaian Anis dan teman-temannya makin menjadi-jadi. Entah apa saja yang mereka bicarakan. Kalau cuma berdiskusi tentang pelajaran kok, ramainya mirip perdebatan di pasar loak. Akhirnya Ganes keluar dari kamar.

Ziarah [Bagian 1]



"Sederet waktu berlalu...
Berlembar kisah ’tlah terjalin
Berhadap kendala yang meng hadang, tak peduli, 
demi memenuhi serangkum kata, yang ‘tlah tersusun rapi menjadi sebuah, janji." 
[ganezh/10 Sept’1994]  
Note: Sebelum membaca cerita ini sebaiknya baca cerita Setangkai Edelweiss Lawu lebih dulu. 

Dua jam lagi sekolah bubaran. Kelas Ganes tampak gaduh karena Pak Hombing, guru matematika belum masuk ke kelas. Ganes mendatangi bangku Togar, stengah berbisik ia menanyakan sesuatu.
“Gar, Jumat entar kita libur, ya?” Togar yang lagi asyik ngupil mengangguk.
“Iya. Kalo tanggal merah, pasti kau hapal, ya” Togar meringis mengejeknya. Ganes cuma nyengir kuda.

Ziarah [Bagian 2]

     Hari Selasa pagi Katrin tidak mood ke sekolah. Usai muter-muter tak jelas ia membeli bunga, dia melarikan Civic merahnya ke TPU Kamboja. Dia berniat menziarahi makam abangnya yang meninggal sebulan yang lalu akibat kecelakan. Suasana pekuburan tampak sepi. Bukan karena masih cukup pagi. Tapi namanya juga kuburan :P Kalau ramai itu pasar. Selesai menabur bunga dan berdoa, Katerin beranjak untuk pulang. Tiba-tiba langkahnya terhenti. Eh! Itu kayaknya? Tapi bukankah dia lagi pegi? Apa cuma khayalan gue aja? Gumam Katrin terkejut sambil menatap tubuh seseorang yang berdiri mematung  membelakanginya.

Wednesday, February 5, 2014

Yang Hilang


pict:albertjoko
 Mungkin...
 Lidahku adalah perih
 Hatiku adalah batu
 Nyata kau rasa
 Namun…
 Jauh dalam sanubari
 Batin ini
 Rindu tak terhingga
 Sayang tak terkira
 Adalah sungguh milikmu
 [Milikmu, Bintan, Ganezh, Juni 2003] 

“Amit-amit, deh!” Pekik Dimie kesal. Sambil meremas kertas warna pink yang tak berdosa itu. Entah sudah berapa kali ia bersikap seperti itu. Riska, sahabatnya cuma bisa menggelengkan kepala melihatnya.
“Jangan gitu dong, Mie. Nggak baik membenci orang yang suka sama lo.”

One Day

 “Jangan biarkan asamu pecah oleh kerasnya kehidupan, 
tapi biarkan kerasnya kehidupan mengajarkan ketabahan, 
kesabaran, dan menegarkan asamu yang berkilau!” 
[Ganezh/Mei 1998]

Remaja itu berlari ke emper pertokoan di kawasan Jalan Sudirman. Menghindari rintik hujan yang menderas. Memang saat ini cuaca tak menentu. Padahal dua jam yang lalu matahari terik menyengat. Lalu tiba-tiba mendung, hujan gerimis dan sekarang pun deras. Para pejalan kaki lari kalang kabut. Mencari perlindungan ke emper-emper pertokoan. Hanya ada beberapa pejalan kaki yang tetap nekat meneruskan perjalanan. Remaja itu tak lain si Ganes. Berdesakakan di antara para peneduh jalan. Terjebak di kawasan Pasar Baru. Ganes baru beli celana jean dan kaos di Mier Market, dan sekarang berniat ke International Plaza. Ia ingin membeli kaset Kitaro. Koleksi band instrumental asal Jepang itu memang makin memenuhi raknya.

Monday, February 3, 2014

Setangkai Edelweiss Lawu [Bagian 1]



"... Janganlah berdusta, 
tanyalah edelweiss yang tahu tentang kemunafikan!"  
[Ganezh/Nop,1992]

Pada jam istirahat, kantin sekolah sudah ramai dipenuhi siswa-siswi yang pada kehausan plus kelaperan. Tampak dua siswa lagi asyik mengobrol. Tak merasa terganggun keadaan hiruk pikuknya anak-anak, berteriak memesan makanan dan minuman pada Bu Kantin. Sesekali  mereka asyik menggoda adik-adik kelas yang lagi jajan. Dua orang itu adalah dua sahabat Ganes dan Togar. Siswa kelas dua SMU 2000.
            “Aku tadi pagi putar-putar cariin kau, tak taunya kau ...”
        “Sstt... Gar, kalo ngomong pelan dikit kenapa sih, gue kan belon budek!” potong Ganes cepat. Mukanya cemberut cucut. Togar nyengir tanpa dosa.
            “Iyalah, sorry. Itu kan memang logatku. Oh ya, kau sudah ketemu si Ojiq?”
            “Belon. Nggak tau kemana si Pesek itu. Eh, mau es, Gar?”

Setangkai Edelweiss Lawu [Bagian 2]

Akhirnya setelah melewati perjalanan yang cukup berat dan melelahkan. Mereka sampai di puncak gunung Lawu. Begitu agung ciptaan-Mu, Tuhan! Terdengar decak kekaguman dari mulut-mulut mereka. Adhie mengumandangkan adzan. Pertanda mereka telah sampai di puncak  dengan selamat. Tebaran edelweis Lawu di ujung sana membentuk permadani alam yang menakjubkan. Setelah mendapatkan tempat yang strategis. Mereka mulai terlihat sibuk. Mendirikan tenda dan segala sesuatunya. Menjelang sore, mereka duduk bersantai sambil menunggu sunset gunung Lawu. Betapa indah sunset yang memendarkan warna merah jingga keemasan itu. Tak lupa mereka mengabadikannya. Ganes sepertinya kurang tertarik. Pandangannya hanya tertuju pada tebaran edelweiss-edelweiss itu. Ah, edelwieiss Lawu.

Artefak Notuta

Covernya hasil tempel-tempel

"Keterbatasan alat bukanlah hambatan, dan istilah tak berbakat akan sirna, jika kita memang punya niat, ide & semangat kesungguhan untuk mewujudkannya!" [Ganezh/2011]

Saat sekarang, salah seorang temanku menyebut karyaku ini sebagai "artefak" yang harus "dilestarikan" [biar terlihat keren kunamai Artefak Notuta = Novel Tulis Tangan, hihihii] karena semua isi buku ini semuanya ditulis/dibikinkan ilustrasi dengan tulis TANGAN, bukan disengaja atau pengen gaya, tapi [dulu] memang karena keterbatasan sarana ketik. 
Tahun 1994, laksana "dark age" bagiku, sementara otakku luber dengan keinginan menulis. Dari pada semua menguap hilang, jadi kutulis dalam sebuah buku yang biasa dipakai oleh tukang kredit atau koperasi. Jadilah Notuta "Adventure of Ganes" kumpulan cerpen yang jadi cikal bakal novel perdanaku "Petualangan Ganes di Rimba Ganas" [sebenernya kurang suka ama judul itu! Tapi dulu cuma bisa manut ama penerbitnya]. Nama penaku dulu "Didiek-OK" Wkwkwkw :D Waktu nulis naskah Jejak Sang Beruang Gunung Norman Edwin aku ganti nama penaku jadi Ganezh. Ide penggunaan nama "Ganezh" saat melihat sebuah peta Himalaya, ada puncak gunung yang bernama "Ganezh" selain memang mendekati nama tokoh utama novel pertamaku, meski sebenarnya beda, antara nama tokoh dan gunung.