Showing posts with label Puisi Celoteh. Show all posts
Showing posts with label Puisi Celoteh. Show all posts

Wednesday, January 29, 2014

Kepada Beruang - Samson



Norman Edwin dan Didiek Samsu

Tentang Mereka…
Tak kugubris pernah atau tak pernah
Merenda asa dan bernyanyi di tebing cadas
Mencium puncak dan menyapu riaknya jeram
Merambah kelam perut bumi
Atau bahkan, umbar celoteh dengan mereka
Tapi, aku tahu…
Tentang si Beruang Gunung, Norman Edwin
Tentang si Samson, Didiek Samsu
Semua kubaca karya dan tentang mereka
Tentang suka duka kala mencumbui bebasnya alam
Kini, tak kan ada lagi tembang celoteh mereka
Mereka ‘tlah direngkuh dalam peluk-Nya, di kebekuan Aconcagua
Aku sedih, semua berduka, kami pun berdoa
Tertunduk mengiring kepergian mereka
Semoga di sisi-Nya, mereka damai tenang
Semangat dan jiwa kebersamaan tetaplah kenangan
Tak pudar bagai putih salju di puncak abadi
Aku, kami yang tertinggal, kan selalu berusaha, tetap kibarkan panji kita,
Panji Pecinta Alam…
[Palembang 2002, Ganezh]

Saturday, January 25, 2014

Ludah Kembara Kecil


Ludah Kembara Kecil

Judul: Ludah Kembara Kecil
Genre: Antologi Puisi Perjalanan
Author: Ganezh
Penerbit: Self Publishing
Cetakan: I (2005) dan II (2006)


Ludah tak selalu diartikan sebagai cairan mulut yang menjijikan. Karena di sini ludah adalah ludah kata ketulusan. Kadang berisi nasehat, memohon, ratapan, menangis, memuji, merayu bahkan mencaci-maki.

Kembara Kecil adalah pengelana atau petualang ‘bau kencur’ yang ‘cetek’ pengalamannya. Entah berpetualang di alam bebas, cinta atau kehidupan.

Ludah Kembara Kecil adalah antologi celoteh [atau puisi?] yang lahir dari perjalanan pribadi, perjalanan para sahabat dan perjalananan orang-orang di sekitar.

Thursday, January 23, 2014

RINDU PENDAKIAN

Aku rindu beban di pundak
Memar bahu dicengkeram ransel
Aku rindu deru nafas
Di saat langkah dijerat medan
Aku rindu mandi peluh
Di saat raga didera alam
Aku rindu gigil menari
Di saat angin beku menggigit kulit
Aku rindu gelisah tanya
Ketika gundah menjelang puncak
Aku rindu tawa bersama
Ketika bersama memangkas aral
Aku rindu jabat erat
Ketika bersama mencium puncak
[Ganezh/ LKK/ September 1998]

SANG KEMBARA

Nyatanya...
Kembaraanku belum selesai
Menala harapan tujuan
Mentariku masih tertawa
Terik menikam jiwa
Hujan badai pun masih bahana
Menjilati nurani
Langkah lunglai tertatih
Tetap pasti meski sejengkal
Esok adalah mimpi
Kubenahi lagi asa yang terserak
Kurajut lagi meski perca
Meski nyata kembaraanku memang belum selesai...
[Ganezh/LKK/2005]

KEPADA PARA PENDAKI GUNUNG

Antologi Puisi Perjalanan
Naik turun gunung
Menyeruak rimba lebat
Lalu mencium puncak
Merayap di tebing-tebing cadas
Runcing nan tinggi
Masuk ke perut bumi
Gelap dan beku
Menari jemari gejolak sungai-sungai
Membanting menenggelamkan
Lalu apa yang dicari?
Ketenangan… kedamaian… kebersamaan…
Kedewasaan… kehebatan…kejantanan…
Atau… mensyukuri kebesaran Tuhan
Atau… malah menjemput kematian?
Apakah semua ada di sana?
[Ludah Kembara Kecil/Ganezh/Puncak Gunung/1992]

EDELWEISS

Baumu tak seharum melati
Mahkotamu tak seindah mawar
Warnamu tak secerah anggrek
Pesonamu tak secantik bunga bonsai
Hanya kurus ramping warna kuning gading
Sederhanamu tetaplah anggun
Kaulah bunga di puncak sunyi
Lambang cinta abadi
Tak gampang ‘tuk mencium membelai sederhanamu
Kaulah bunga abadi dari puncak tinggi
Andai kau dijaga abadi
Dan senyum polosmu menyapa para pendaki
Memohon agar tetap lestari…
[Ludah Kembara Kecil/ Ganezh/Puncak Singgalang/1992]

MAMPU

Keindahan alam,
Mampu kurangi beban otakmu
Kemilau sunrise,
Mampu hilangkan lelahmu
Jingga sunset,
Mampu serpihkan penatmu
Setangkai edelweis yang kau petik
Mampu membuka topengmu
Janganlah berdusta
Tanyalah edelweis yang tahu tentang kemunafikan….
[Ludah Kembara Kecil/ Ganezh/Puncak Singgalang - Nopember 1992]

ADA APA?

Ada apa di puncak sana?
Aku bertanya pada batu, pada semak atau pada langit
Sementara langkah makin lelah
Udara tipis selimut kabut
Dingin menggigit tenaga kupacu
Memenuhi rongga syarafku
Gerakkan kakiku tuk tetap melangkah
Dan aku bertanya lagi…
Ada apa di puncak sana?
Tak ada ada juga jawaban
Hanya sayup-sayup bayang mendesir
Lewat angin lembah di sela-sela hasrat yang kian menjerat…
[Ganezh/Puncak Gunung/1993]

KEMBALI KE ALAM BEBAS

Pergilah ke alam bebas
Selama angin lembah meniupkan keinginan
dan mentari menyinari puncak-puncak

Pergilah ke alam bebas
Selama rimba menyisakan senyuman ‘tuk mengupas belenggu hasrat
Bebaskan jiwa dari kepenatan
Menyeruak lembah-lembah berlari ke padang hijau

Pergilah ke alam bebas
Selama cadas-cadas menghias biru langit cakrawala
dan menyisakan celah ‘tuk menari di dinding cadas

Pergilah ke alam bebas
Selama sungai-sungai mengalirkan jiwa yang bergejolak

Pergilah ke alam bebas
Selama gundah melanda jiwa bekukan pikir
Kau kan kembali ke alam bebas
Selama alam menyisakan rindu
Meraih keagungan sepi yang patut direnungi…
[Ludah Kembara Kecil/ Ganezh/Puncak Kaba/1994]

NIAT

Kabut di lembah ini
Merangkak di lereng gunung
Datang angin beku
Dipacunya lalu
Anak manusia dengan niatnya
Bajunya, rambutnya, peralatannya
Tertatih pelan mendaki
Ransel menggayuti pundak
Terjerat hasrat ‘tuk kibarkan panji di puncak
[Ganezh/Puncak Kaba/1994]

NYAMAN DI SINI

Nyaman di sini
Di puncak gunung
Bersama edelweis, cantigi dan cadas
Biarkan peluh lelah tenggelam bersama indahnya sunset
Nyaman di sini
Di puncak gunung
Bersama rekan, tenda dan api unggun
Biar menggigil kedinginan
Nanti hilang bersama terbitnya sunrise
Nyamannya di sini di puncak ini
Dalam keheningan
Menyatukan asa dan rasa
Pada alam semesta ciptaan-Nya tiada tara…
[Ganezh/ Puncak Dempo/1995]

DI PUNCAK I

Kini aku tercenung
Duduk di atas batu
Di tepi kawah ini
Kulempar jauh pandangan
Ke lembah, kawah dan jurang
Kudengar desir angin memelukku hanyut
Dalam beku yang patut direnungi
Menyatukan rasa di puncak impian
[Ganezh/Kawah Merapi/Dempo/1995]

API UNGGUN

Gemeretak apilah jilati dahan
Diam tenang kami memandang
Api unggun menyala riang
Berkilau pancarkan terang
Menjilat, menari girang
Nyala api tampak curai
Hanya satu hasrat ingin dicapai
Puncak nan tinggi dan suci…
[Ganezh/ Puncak Dempo/ 1995]

KEMBARA

Kala jemari bulan perak
Melumat wajah lamunan
Ingatkan senyuman baiduri
Melibas gumpalan bahala
Kala merambah buana
Kembara muda ingatlah sadar
Seberapa jauh kau telah melangkah…

[Bukit Serelo - Maret, 2001]

GUNUNGKU

Di gunung ini nyatalah orang-orang
yang bergegas melepas penat
Laksana memahat sejuta gundah
dan selalu pasrah pada kenyataan

Gunung ini bukan lagi persinggahan
dari gemuruhnya jiwa para pelestari alam
Gunung ini hanyalah pelampiasan
Keegoisan, kemunafikan atau juga ketololan
Hingga makin langka yang perduli
atau yang melindungi

Gunungku…
Menjeritlah, muntahkan murkamu
Jika tangismu lewat gersang ranting pohon terkulai tak didengar
Jika isakmu lewat luruhnya tanah tak di gubris
Mereka juga masih tertawa
Tamparlah otak sadar mereka
Dengan gemuruhmu
Dengan hujan abumu
Dengan ludah panasmu
Jika itu satu-satunya cara ‘tuk melumat segala kepongahan
Serta keserakahan mereka…

[Ludah Kembara Kecil/ Puncak-Puncak Gunung/ 6-4-2001]

PENGEMBARA BIJAK

Pengembara itu...
Tak kan cerita tentang berapa puncak yang ia daki
Tak kan cerita seberapa jauh melangkah
Tak kan cerita berapa dalam pengarungan jeram
Tak kan cerita berapa tinggi tebing yang dijalarinya
Tak akan bercerita berapa lama ia menjelajah
Melainkan cerita tentang pesan dari sebuah perjalanan

Pengembara itu...
Tak akan cerita tentang ketololan
Tapi tentang sebuah kesalahan dan kegagalan
Agar dia dan rekannya tak mengulangi kesalahan yang sama
Tak akan bercerita tentang kepongahan
Melainkan cerita keberhasilan sebagai bonus perjalanan
Selalu berbagi kebenaran, bukan cerita bualan

Pengembara Bijak memang...
Ramah, tapi tidak murahan.
Menjaga setia, meski banyak cinta.
Jago, bukan sok jago.
Menjaga jiwa dan hatinya.
Menjaga kebersamaan dan kesetiakawanan.
Kejujuran adalah nafas bagi Pengembara Bijak dalam melanjutkan pengembaraannya.

[Ganezh/ Jogjakarta/ 11052013]

PENGKIBLAT NEGERI

Ludahnya tawarkan kebijakan
Membasahi asa para jelata ini
Dongengkan kemakmuran
Lidahnya manis, mengatur, memutuskan, mengesahkan:
Ini harus gini...
Itu harus gitu...
Tak perduli bagaimana para jelata ini
Sekarat dalam kubangan ludah mematikan
Telah menggantungkan asa pada lidah-lidah kemunafikan
Ludah-lidah para pengkiblat negeri ini...

[Ludah Kembara Kecil / 2003]
 

API HATI

Oh, langit dan matahari
Oh, bulan dan bintang
Akankah hati ini selalu diselubungi jelaga hitam
Karena naiknya harga-harga
Mampukah kita bertahan pada jubah hati dan pikiran
Jika hati kini adalah api
Jika pikiran kini adalah kelam
Oh, para pengkiblat negeri
Sebenarnya siapa yang kau wakili
Hanya ambisi diri atau para jelata ini...

[Ludah Kembara Kecil/ Ganezh/ 2003]

MERAH PUTIHKU


Berkibarlah benderaku...
Dideru angin-angin nusantara
Tamparlah jiwa-jiwa para pengkiblat negeri ini
Dengan merahmu...
Agar tegas menghadapi intervensi negara asing
Agar berani mejawab provokasi negara asing
Agar seberani pahlawan-pahlawanmu tempo dulu
Dalam mengusir penjajah
Dalam merebut kemerdekaan
Dalam mempertahankan bumi pertiwi

Berkibarlah benderaku...
Dideru angin-angin pelosok negeri
Tamparlah jiwa-jiwa pengkiblat negeri ini
Dengan putihmu...
Agar tulus suci menjunjung tinggi kejujuran
Agar tulus suci dalam menegakkan keadilan
Agar tulus suci dalam memberantas korupsi
Setulus hati para wali
Agar lebih perduli terhadap negeri ini...

Berkibarlah benderaku...
Tamparlah hati sanubari kami
Agar lebih mencintai bumi pertiwi...

[Ganezh/ 17 Agustus 2010]

JANGAN JATUHKAN AIR MATAMU, BUNDA...

Tanpa keluh kesah...
Tanpa raut kesedihan...Apa lagi isak tangis, hanya getar bibir yang berkata
Namun dua titik bening dikedua matamu seakan berteriak lantang
Jika hatimu memang sedang gelisah dan sedih
Bunda... ketabahan & kesabaranmulah semangatku
Jangan jatuhkan airmatamu andai bisa...
dan ingin kuhapus tangismu dengan baktiku...
... ...
Amien...

[Ganezh/ 22 Desember 2011]