Tuesday, January 21, 2014

Penulis Fiksi: DAYA IMAJINASI TAK BOLEH MATI



“Ide tanpa bumbu imajinasi adalah basi!”
“Pengarang itu harus lebih imajinatif, karena pembaca itu imajinatif!”
“Tukang khayal itu kreatif!” [Ganezh]

 Manusia memiliki dua belahan otak. Otak kiri dan otak kanan. Otak kiri lebih cenderung menyukai yang terstruktur dan urut. Otak kanan lebih menyukai yang acak dan tidak terurut. Bila dikaitkan dengan buku bisa dikatakan otak kiri menyukai teks dan otak kanan menyukai gambar. Diharapkan otak kiri dan otak kanan kita bisa kerja sama yang baik, agar bisa menciptakan daya imajinasi atau juga daya khayal yang bisa bermanfaat bagi kita.
Jangan pernah berkata: “Maaf, saya tidak bisa berimajinasi. Karena imajinasi itu hanya milik anak kecil!” Lho, bukannya Anda pernah kecil? Sudah pasti Anda memiliki daya imajinasi. Cuma mungkin sudah lama Anda tinggalkan. Mungkin juga sudah lama Anda tidak berimajinasi, karena tekanan sosial Anda saat ini.

Begitu banyak profesi pekerjaan yang membutuhkan daya imajinasi lebih, misalnya: para ilmuwan, movie maker, desain grafis, fotografer, desainer, pelukis, penulis, pengarang dan lain-lain. Jadi tukang khayal itu kreatif, apa lagi jika ia mampu menterjemahkannya dalam bentuk karya cipta.

Pernah ditanya apa perbedaan antara penulis dengan pengarang? Saya pernah, lalu saya jawab saja, kalau penulis itu relatif menulis ulang data-data yang ada, meski punya gaya metode penulisannya sendiri. Penulis itu biasanya penulis ilmiah populer atau non-fiksi. Sementara pengarang itu, benar-benar memunculkan ide, kemudian berimajinasi, lalu meterjemahkannya dalam tulisan. Nyaris semuanya itu khayalan pengarangnya. Penulis ini biasanya adalah mengarang cerita-cerita fiksi. Jadi sebenarnya antara penulis dan pengarang itu ada perbedaan, tapi kita tak perlu pusing, karena kedua profesi ini sama-sama menggunakan alat tulis untuk mengerjakan idenya, maka kita sebut saja keduanya penulis.

Kalau ingin menjadi penulis fiksi kita harus lebih imajinatif, karena pembaca itu imajinatif. Karena buku itu merupakan media transfer daya imajinasi sang penulis kepada pembacanya. Pesan imajinasi itu harus sampai ke pembacanya meski tidak sama persis. Apa lagi jika buku itu buku teks, tanpa gambar ilustrasi sama sekali.

Namun perlu dicatat, penulis fiksi yang baik tidak hanya mengandalkan daya imajinasi saja dalam membuat tulisan. Dia tetap harus memberikan data yang aktual dan faktual untuk mendukung atau menghidupkan cerita fiksinya. Jadi tetap membutuhkan riset data primer dan sekunder. Apa lagi jika ingin menjadi penulis fiksi sejarah. Penulis ini akan menggabung data-data sejarah dengan tokoh atau cerita fiksinya. Antara fakta (data sejarah) dan fiktif (imajinasi sang penulis) akan menyatu mengalir dalam cerita, seakan senyawa, namun yang fiktif tidak akan merusak, mengubah atau mempengaruhi yang fakta.

Jadi apa arti imajinasi itu? Kalau menurut kamus kata, imajinasi adalah suatu aktivitas pribadi di dalam meletakkan hubungan-hubungan antara pengertian-pengertian yang sudah ada dengan pengertian baru. Ringkasnya begini, sesuatu yang sudah ada dan nyata lalu dibumbui dengan sesuatu yang baru. Tambahan itu bisa cerita saja bohong atau khayalan. Nah, kalau dalam dunia penulisan, daya imajinasi itu adalah kemampuan untuk mengolah atau menambahi data atau kata-kata agar tulisannya lebih hidup, menarik, indah dan tidak membosankan.

Menurut saya, daya imajinasi itu berada diurutan ke tiga dalam dunia penulisan dan digabung dekat dengan ide. Karena setelah muncul ide, kita akan segera mengkhayalkan sesuatu itu akan bagaimana, misalnya: Mmm… kalo nanti ini nanti kesini, dia akan kesana, kalau ini begitu, pasti itu akan begini dan seterusnya.

Mata dan Telinga [observasi]--> Memori Otak [merekam]--> Ide & Imajinasi [pengembang)--> Eksekusi [skill penulisan]

 Meski keempatnya memiliki posisi urutan, namun mereka tetap menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Tak boleh ada komponen yang hilang. Sebelum membikin tulisan kita butuh:

- Observasi (Mata & Telinga), entah membaca untuk cari data, menonton, jalan-jalan atau sekedar mendengar saat duduk ngobrol.
- Merekam (Memori Otak), mengingat apa saja yang telah kita baca, lihat, tonton atau dengar apa yang telah kita obrolkan tadi. Lalu kita simpulkan sebagai sumber ide.
- Mengembangkan (Ide & Imajinasi), menghidupkan, mengolah, mengembangkan ide yang sudah ada tadi, agar mampu diterjemahkan dalam tulisan.
- Penulisan (Eksekusi), jika sudah memiliki data, ide dan imajinasi segera susun ide cerita, alur (plot), judul, menciptakan tokoh utama, pendamping & pelengkap, konfliknya, penyelesaiannya, hingga merencanakan ending ceritanya. Segera tulis dan tulis! Jangan takut salah, toh, nanti ada waktu khusus buat editing. Usahakan dengan bahasa yang baik dan menarik. Tuliskan dengan daya imajinasi kita agar cerita semakin terkesan hidup.

 Lagi-lagi menurut saya, ya. Karena  saya otodidak, jadi saya menulis apa yang menurut saya benar dan masuk akal. Daya imajinasi dalam penulisan cerita fiksi itu terbagi dua: Imajinasi Deskripsi dan Imajinasi Aksi.
- Imajinasi Deskripsi: Menuliskan bagaimana suasana (dalam cerita) saat itu. Misalnya keadaan benda-benda, barang-barang, alat-alat, suasana alam, ruangan, tempat, postur tubuh, kostum, dll.
- Imajinasi Aksi: Menuliskan bagaimana peristiwa (dalam cerita itu) berlangsung atau terjadi (merupakan aktivitas pergerakan). Mimik wajah, cara bicara, lari, cara duduk, berkelahi, berjalan, tabrakan, suasana pasar, suasana kota, dll.

Contoh cerita inspiratif: Adalah pengarang besar bernama Karl May (1842–1912), kelahiran Jerman, yang sukses dengan novel serinya Winnetou, sebuah novel petualangan dunia cowboy dan Indian. Persahabatan antara Winnetou (Indian) dengan Old Shatterhand (Cowboy). Dari novel itu pembaca mengira pasti May ini orang yang lama menetap atau pernah berdomisili di tanah Indian, karena May mampu mendeskripsikan tempat-tempat serta setting ceritanya dengan apik, ternyata itu anggapan yang keliru. Faktanya dia memang belum pernah sama sekali kesana ketika mengarang Winnetou. Bagimana bisa? Konon ia hanya berpedoman dengan buku referensi, peta dan kecepatan lari kuda. Selanjutnya adalah kekuatan daya khayal atau daya imajinasi May dalam menyusun kata-kata. Konon, ia pernah menjadi pengarang setelah di penjara. Gara-gara doyan bercerita bahkan dicap pembual ketika masih berada di sel penjara. Akhirnya hingga seorang sipir penjara memberinya mesin tik dan kertas. Menganjurkannya untuk membukukan semua bualannya. Alhasil orang yang sempat dicap pembual menjadi jadi pengarang besar  dengan 200 juta copy yang tersebar di penjuru dunia. Winnetou juga diproduksi ke layar lebar di beberapa negara.

 Jadi daya imajinasi itu penting, terlebih bagi penulis fiksi. Daya imajinasi itu perlu dijaga dan dikembangkan, jangan sampai hilang atau mati, apa lagi bila mampu kita tuangkan dalam bentuk tulisan atau buku yang bermanfaat. Imajinasi itu mampu membikin hidup lebih hidup, bahkan mampu meningkatkan taraf hidup! [Ganezh/ 17 Mei 2013].

No comments:

Post a Comment