Saturday, January 25, 2014

Coming Soon!


Judul: 13th Day [Srikandi Survivor]  
Genre: Novel Petualangan Survival
ISBN: 000-000-000-0
Author: Ganezh
Penerbit: [Masih cari jodoh]
Dimensi: 00 x 00 cm, 300 hlm [plus!]

SINOPSIS:
Kikan bukan traveler, mapala, apa lagi gadis petualang. Ia hanya gadis biasa yang sedang bepergian, tapi musibah datang, merubahnya menjadi seorang survivor. Beruntung dia bertemu Alang, rekan seperjalanan yang kebetulan anggota mapala. Namun, korban mulai berjatuhan satu persatu. Alang pun mengalami cidera. Sementara Kikan harus bertahan dengan segala ketidaktahuannya. Harus memperjuangkan hidupnya di tengah hutan belantara... 

"Diinspirasi dari kisah nyata!"
 

"Musibah survival itu bukan pilihan. Tapi kita tak bisa menolak, ketika takdir berkehendak. Semua bergantung dengan kesiapan kita sendiri!" 

"DEPARTURE" (Cuplikan Bab I)

 Suara dengung mesin terdengar stabil. Pesawat itu memasuki kawasan langit mendung berawan. Para penumpang sudah banyak yang tertidur. Dibuai nyanyian mesin pesawat. Sesekali terdengar suara terbatuk. Hanya sedikit yang masih asyik mengobrol atau membaca majalah internal Madame Air. Alang makin asyik membaca komik pinjamannya. Sebaliknya Kikan kembali gelisah. Ia melirik jam di tangannya. Hampir jam dua belas siang. Wajahnya mulai terlihat bosan.
“Lang...” Kikan mencolek bahu Alang.
“Ya?” Pemuda itu menoleh. Menghentikan bacaannya.
“Aku masih penasaran.”
“Tentang apa?”
“Pernyataanmu tadi. Kenapa orang harus tahu? Bahkan jadi kurikulum wajib segala. Apa nggak berlebihan? Mungkin iya—tapi bagi mereka yang doyan bertualang. Gimana kalo sepanjang hidupnya, ia tinggal di kota. Penuh peradaban dan fasilitas?” Tanya Kikan serius. Alang menganggukkan kepala.
“Tapi dia kan tetap bersosialisasi dan beraktivitas?” Alang balik tanya. Kikan kaget dengan jawaban yang membingungkan itu.
“Yah, Lang, orang hidup pasti bersosialisasi dan beraktivitas. Masalahnya, kenapa harus tahu ilmu survival?”
“Upaya preventif. Bukankah saat aktivitas, mereka juga melakukan perjalanan?” Kikan garuk-garuk kepala mendengarnya.
“Makin bingung, deh. Hubungannya dengan survival apa? Sebentar—perjalanan?!” Wajah gadis itu berubah.
“Begini...” Kalimat Alang terhenti. Saat pesawat tiba-tiba berguncang keras. Seakan tersentak ke bawah. Para penumpang menjerit. Disusul tangisan anak-anak. Pesawat terbang limbung. Dari speaker informasi, awak berusaha menenangkan. Untuk mengikuti petunjuk-petunjuk awak kabin. Segera memasang dan mengenakan sabuk pengaman masing-masing. Disuruh merunduk, mencondongkan tubuh ke depan dengan tangan menempel ke sandaran bangku di hadapan mereka.
Sejenak pesawat terangkat normal. Namun lagi-lagi berguncang. Bahkan lebih keras. Para penumpang kembali panik. Tak hanya penumpang, para awak kabin pun menjerit. Suasana makin gaduh oleh jerit ketakutan. Beberapa penumpang saling berpelukan. Kikan mendongakkan kepala sambil menjerit histeris. Alang mencoba menenangkan. Menarik dan memeluknya agar tetap merunduk. Namun usaha itu gagal, karena terhalang oleh sabuk pengamannya.
“Awas, kepalamu, Kan!” Pekik Alang dengan suara bergetar.
“Mamaaaa! Mamaaa!” Jerit Kikan tak menghiraukan. Alang kembali menariknya. Berusaha membuatnya tetap merunduk. Di tengah kegaduhan itu, samar-samar terdengar himbauan dari speaker suara. Namun para penumpang tak lagi menghiraukan. Apa lagi sebelum kalimat himbauan itu selesai, terdengar suara ledakan dari luar. Pesawat terasa melayang turun. Disusul suara berderak-derak menusuk jantung. Suara itu seakan mampu melepas semua baut yang mengikat badan pesawat. Jerit penumpang dan hiruk-pikuk yang ditimbulkan badan pesawat menyatu. Menjadi sirene kematian. Jiwa mereka seakan melayang meninggalkan raga.
Tiba-tiba ada benturan keras di bagian bawah pesawat. Masker-masker oksigen berjatuhan. Disusul benturan dari arah kanan pesawat. Draakh! Sayap kanan membentur sesuatu. Dari jendela tampak sayap itu melayang lepas dari pesawat. Melesat tertinggal di belakang. Muncul kilat api—dan buum! Turbin sayap meledak di udara. Serpihan ledakan menghantam kaca-kaca jendela bagian ekor. Melemparkan serpihan kaca sekuat berondongan peluru yang keluar dari moncong senapan. Mungkin bisa melukai apa pun yang diterpanya. Detik selanjutnya, lubang-lubang di jendela berubah menjadi vacum cleaner raksasa. Berusaha menyedot apa pun yang ada di dalam kabin. Benda-benda ringan berebutan hendak keluar kabin.
Tubuh-tubuh yang terikat di kursi pesawat serentak membanting ke muka. Lalu menghempas ke kiri ke kanan. Jeritan para penumpang makin membahana. Beberapa saat laju pesawat oleng ke kiri. Hingga ada benturan keras dari arah kiri. Sayap sebelah kiri bernasib sama dengan sayap kanan. Membentur sesuatu dan patah. Bedanya masih menempel dan tidak meledak terbakar. Tubuh-tubuh tak berdaya itu terbanting ke kanan dengan keras!
Kedua sayap pesawat telah patah. Kini fuselage [badan pesawat] meluncur tanpa penyeimbang. Bagai gelondong tombak. Menerobos rimbunan, tapi bukan awan. Itu pepohonan! Pesawat itu sudah berada di daratan. Suara benturan dan gesekan di perut pesawat terdengar jelas. Suaranya mengiris gendang telinga. Melintasi apa pun yang ada di bawahnya. Hingga terjadi benturan keras dari arah depan. Beberapa kursi di belakang terlempar ke depan. Membawa penumpang yang masih terikat seat belt. Melayang-layang di lorong kabin, lalu mendarat keras. Membentur penumpang lain, atap, serta dinding kabin. Jeritan ketakutan dan kesakitan makin memilukan. Seketika laju pesawat berhenti dan menghempas ke bawah.
Benturan itu menyudahi semua kebisingan dan hiruk-pikuk kabin. Daratan yang dilintasi fuselage tampak porak-poranda. Gundukan tanah tercongkel. Batang-batang pohon rebah, patah dan semak belukar tercabut. Membusaikan akar dari tanah. Lintasan itu bagai jalan yang ciptakan oleh ribuan gajah yang berlari kalap.
Hening. Hanya deru hujan lebat yang menerpa dedaunan dan lembar-lembar logam pesawat. Fuselage berlabel Madame Air itu retak patah jadi tiga bagian. Sekilas mirip huruf “Z” terbalik. Bagian kepala agak melesak ke tanah. Bagian tengah patah condong ke bawah, dan ekor menjungkit ke atas. Di tiap patahan terdapat celah retakan. Dua pintu darurat dekat pangkal sayap sudah lepas entah ke mana. Rintik hujan menerobos retakan, juga pintu pesawat yang menganga. Membasahi ruang kabin. Bercampur dengan cairan yang merembesi dinding dan lantai kabin. Cairan amis berwarna merah dan kental. Itu darah!

# Cuplikan Bab I naskah 13thD [Srikandi Survivor]

6 comments:

  1. Kalau kelak sudah bertemu jodoh dan akhirnya lahiran, kabari aku ya mas. Aku mau dapat buku ini langsung dari penulisnya hehe.

    ReplyDelete
  2. Amiin, Sash, bisalah itu, rencanane itu ta launching di pondok2 pendaki, kl ada sponsore heheh :)

    ReplyDelete
  3. Aku mo bacaa.... Boleh baca sebelum diterbitkan g? Siapa tahu bisa ngasih masukan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Blh, cm statusnya sekarang lagi di screening Fi, ntar kl ditolak mereka dl ya :D hihihihi

      Delete
  4. lamo e dak besuo.... konsisten nian beliau ini....

    ReplyDelete