Tuesday, January 21, 2014

Kepada Bejo dan Semeru



Kau bukan orang yang terkenal. Kau hanyalah sosok ramah, yang sedikit pemalu, namun berani dan gagah ketika sudah memanggul ransel. Gunung-gunung Jawa wilayah timur rata-rata telah kau sambangi. Kabarnya kau adalah sosok terkuat setelah si Gombeng, salah satu sahabat sekampungmu di Tumpang, Malang. Kau adalah salah satu orang-orang terbaik yang pernah aku temui dalam setiap perjalananku.

“Wooi! Kacong Duo Kelinco!” pekikmu dari Tanjakan Cinta, Semeru, menggoda kami yang saat itu tengah ngemilin sebungkus besar kacang dua kelinci. Dia sengaja menggoda kami yang berasal dari Palembang, yang memang mayoritas menggunakan huruf “O” ketika bercakap dalam keseharian. Kami hanya tertawa sembari menjelaskan jika Kacang dan Kelinci tetap dilafalkan sama. Ah, sotoy selalu sekali kamu saat itu , Jo! Itu terjadi di tahun 2000, itulah pertama kali mengenal keramahanmu. Di antara “Kera-kera Ngalam” yang bernama Tri, Tuwek, Dayon, Gombeng, Wayin, dan beberapa orang lagi yang maaf saya lupa namanya. Mereka adalah jebolan sispala Ikapala SMAN 1 Tumpang, Malang.

Sobat, kau dan rekan-rekanmu menjadi teman seperjalanan yang menyenangkan ketika berhimpitan di jeep menuju Ranupani. Memberi kami pisang ambon yang lumayan mampu mengganjal lambung kami karena telat sarapan. Kau dan rekan-rekan juga menjadi rekan yang menyenangkan ketika merambahi rimba Semeru, menapaki pasir Arcopodo hingga menjejaki menara Jawa bernama Mahameru, Puncak Semeru yang terabadikan sebagai “Puncak Abadi Para Dewa”.

Kau yang menjadi acuan kami ketika ingin berlama-lama di Mahameru—saya lupa pastinya jam berapa, tapi itu sudah siang banget—sementara asap kawah Jonggring Saloko sudah membubung tinggi bagai menara pencakar langit! Padahal itu cukup berbahaya jika ada angin berputar. Bila tak berlebihan, bisa saja kami terjebak dalam situasi yang dialami Soe Hok Gie dan Idhan Loebis yang meninggal di Semeru. Tapi hari itu memang alam cukup ramah terhadap kami.

Kau yang setia menunggui ketika aku minta istirahat sebentar di kaki Arcopodo, akibat kepalaku sakit, gara-gara begadang sebelum menjejaki puncak Semeru. Sementara rekan-rekan lain telah turun menuju Kalimati. “Makasih, Jo. Udah nemenin aku istirahat. Nggak lama kan, ya?” Kau tersenyum, menjawab dengan santainya. “Nggak apa-apa. Palingan cuma sejam!” jawabnya kalem. Aku sempat kaget, karena aku merasa terlena hanya sebentar. Pantas aku sudah merasa nyaman dan pusingku telah hilang. Ternyata dia menunggui aku selama satu jam dengan sabar, tidak berusaha membangunkan dan tanpa menyiratkan rasa kesal sedikit pun.

Terbayang senyum ramahmu ketika menawarkan jasa untuk membawakan ransel rekan saya yang kepayahan. Dan. kau tetap gagah dengan memanggul dua ransel!

Kau dan Dayon yang saat itu masih bekerja di Phillip Morris, membawakan kami rokok putih itu dengan kresek, ketika kami masuk-masukkan ke dalam bungkus bekas ada sekita sembilan bungkus. “Itu bekal asap buat kalian!” katanya sambil tersenyum meringis. Kau ingat kami yang memang masih sulit memisahkan antara puncak gunung dan rokok. Dia rela “mencuri” dari pabrik itu hanya buat bekal perjalanan kami. Karena dia sendiri sudah berhenti merokok sejak lama. Kacau banget kamu, Jo!

Tahun 2004, usai turun dari Puncak Rinjani, kami langsung menuju Danau Ranu Kumbolo, sebagian tim menggapai puncak, kau hanya bisa mengiringi sampai Tumpang karena kesibukanmu. Cuma yang aku ingat tanpa sepengetahuan kami, ternyata kau—dengan motor tuamu—mengunjungi kami ke Ranupani. Sayangnya kami sudah turun menuju Bromo dan Penanjakan. Kau pun menyusuli serta melintasi lautan pasir Segoro Wedi. Kau pacu motor tuamu mengiringi jeep kami berpacu dia antara debu-debu pasir Segoro Wedi menuju kawah Bromo. Wajahmu pun menjadi belang hitam berdebu, tapi gagah sekali kau saat itu, Bro!

Tahun 2006, dari Aceh aku juga sempat berkunjung ke Ranu Kumbolo, lagi-lagi kau tak bisa menemani, kami hanya ditemani Tri dan salah satu juniornya. Tapi sepulang dari Ranu Kumbolo kau menemani kami berkeliling Tumpang, bahkan kami sempat menginap di salah satu konter HP milikmu.

Tahun 2008, aku mendapat nomor telepon area Malang, ternyata itu dari kamu, Jo! Kau ngomelin aku karena nomor hapeku sering berganti sehingga susah dihubungi. Padahal waktu itu hapeku yang error. Dengan enteng kau jawab: “Datang ke sini, biar ta beliin hape!” Aku hanya tertawa dan meminta maaf. Saat itu kau sempat curhat tentang sakit yang kau derita. Ada kelainan di syarat otak. Padahal waktu menelpon saat itu kondisimu sempat membaik.

Sekitar akhir tahun 2010, aku sempat telponan dengan Tri, antusias aku menanyakan keadaanmu. Tri bercerita dengan lirih jika keadaanmu makin memprihatinkan, kau sering koma dan ketika sadar kau tak bisa mengingat orang-orang di sekelilingmu. “Ketika kukunjungi dia nggak bisa mengingat siapa aku, Diek!” ujar Tri nelangsa. Aku hanya miris mendengarnya. Dalam hati, aku berdoa untuk kebaikanmu, Sobat!

Tahun ini, 2012, aku ingin traveling lagi, niatku juga mengunjungimu. Membesuk dan menyapamu untuk ngobrol tentang cerita-cerita kita dulu. Meski aku tak yakin kau bisa mengingatnya atau tidak. Bahkan tahun 2013, aku diajak seniorku, Insya Allah, ke Gunung Argopuro dan Semeru. Kami juga pasti mengunjungimu, Sobat!

Tapi kabar tadi sore ketika masih di angkot, iseng aku membuka FB via hapeku. Di timeline aku mendapat pesan yang membuatku terhenyak: Bos, menyampaikan berita duka dari Malang. Sobat kita Bejo (Eko Budi Arifanto) telah berpulang kemarin jam 5 pagi. Mohon info diteruskan ke rekan-rekan yang lain, dan mohon dimaafkan semua kesalahan yang pernah dilakukan Almarhum dan semoga arwahnya diterima di sisi-Nya. Aamiin.” Begitu Dayon menulis di wall-ku. Jujur aku sedih. Nggak munak mataku panas. Aku kehilangan lagi seorang sahabat. Aku jadi cengeng…

Sobat, jika nanti kami kembali Semeru, kami akan kembali menapaki jalur yang pernah kau lalui. Meski kau tak kan lagi memanggul ransel sembari mensejajari langkah-langkah kami. Sapalah kami lewat duniamu. Semangati kami seperti dulu. Kami akan merasakan kehadiranmu lewat desir angin dan kesejukan air Ranu Kumbolo, serta kehangatan puncak Mahameru, Semeru.

Sobat, kini kau telah melepas kehidupanmu. Kembali kepada Sang Pemilik Hidup. Semoga Allah menerima segala amal kebaikanmu. Mengampunkan segala kekhilafanmu. Tenanglah kau di alammu kini. Namamu terukir dalam sanubari kami. Rasa kebersamaan dan persahabatan yang pernah kita lalui bersama ketika menapaki Semeru…

Insya Allah, aku nanti akan menziarahi makammu…
In Memoriam, sahabatku Bejo (Eko Budi Arifanto) 24 Oktober 2012.
[ganezh/palembang/25 Oktober 2012].  










No comments:

Post a Comment