“Ide tanpa bumbu imajinasi adalah basi!”
“Pengarang itu harus lebih imajinatif, karena pembaca
itu imajinatif!”
“Tukang khayal itu kreatif!” [Ganezh]
Manusia
memiliki dua belahan otak. Otak kiri dan otak kanan. Otak kiri lebih cenderung
menyukai yang terstruktur dan urut. Otak kanan lebih menyukai yang acak dan
tidak terurut. Bila dikaitkan dengan buku bisa dikatakan otak kiri menyukai
teks dan otak kanan menyukai gambar. Diharapkan otak kiri dan otak kanan kita
bisa kerja sama yang baik, agar bisa menciptakan daya imajinasi atau juga daya
khayal yang bisa bermanfaat bagi kita.
Jangan pernah berkata: “Maaf, saya tidak bisa
berimajinasi. Karena imajinasi itu hanya milik anak kecil!” Lho, bukannya Anda
pernah kecil? Sudah pasti Anda memiliki daya imajinasi. Cuma mungkin sudah lama
Anda tinggalkan. Mungkin juga sudah lama Anda tidak berimajinasi, karena
tekanan sosial Anda saat ini.
Begitu banyak profesi pekerjaan yang membutuhkan daya
imajinasi lebih, misalnya: para ilmuwan, movie maker, desain grafis,
fotografer, desainer, pelukis, penulis, pengarang dan lain-lain. Jadi tukang
khayal itu kreatif, apa lagi jika ia mampu menterjemahkannya dalam bentuk karya
cipta.
Pernah ditanya apa perbedaan antara penulis dengan
pengarang? Saya pernah, lalu saya jawab saja, kalau penulis itu relatif menulis
ulang data-data yang ada, meski punya gaya
metode penulisannya sendiri. Penulis itu biasanya penulis ilmiah populer atau
non-fiksi. Sementara pengarang itu, benar-benar memunculkan ide, kemudian
berimajinasi, lalu meterjemahkannya dalam tulisan. Nyaris semuanya itu khayalan
pengarangnya. Penulis ini biasanya adalah mengarang cerita-cerita fiksi. Jadi
sebenarnya antara penulis dan pengarang itu ada perbedaan, tapi kita tak perlu
pusing, karena kedua profesi ini sama-sama menggunakan alat tulis untuk
mengerjakan idenya, maka kita sebut saja keduanya penulis.
Kalau ingin menjadi penulis fiksi kita harus lebih
imajinatif, karena pembaca itu imajinatif. Karena buku itu merupakan media
transfer daya imajinasi sang penulis kepada pembacanya. Pesan imajinasi itu
harus sampai ke pembacanya meski tidak sama persis. Apa lagi jika buku itu buku
teks, tanpa gambar ilustrasi sama sekali.
Namun perlu dicatat, penulis fiksi yang baik tidak
hanya mengandalkan daya imajinasi saja dalam membuat tulisan. Dia tetap harus
memberikan data yang aktual dan faktual untuk mendukung atau menghidupkan
cerita fiksinya. Jadi tetap membutuhkan riset data primer dan sekunder. Apa
lagi jika ingin menjadi penulis fiksi sejarah. Penulis ini akan menggabung
data-data sejarah dengan tokoh atau cerita fiksinya. Antara fakta (data
sejarah) dan fiktif (imajinasi sang penulis) akan menyatu mengalir dalam cerita,
seakan senyawa, namun yang fiktif tidak akan merusak, mengubah atau
mempengaruhi yang fakta.
Jadi apa arti imajinasi itu? Kalau menurut kamus
kata, imajinasi adalah suatu aktivitas pribadi di dalam meletakkan
hubungan-hubungan antara pengertian-pengertian yang sudah ada dengan pengertian
baru. Ringkasnya begini, sesuatu yang sudah ada dan nyata lalu dibumbui dengan
sesuatu yang baru. Tambahan itu bisa cerita saja bohong atau khayalan. Nah,
kalau dalam dunia penulisan, daya imajinasi itu adalah kemampuan untuk mengolah
atau menambahi data atau kata-kata agar tulisannya lebih hidup, menarik, indah
dan tidak membosankan.
Menurut saya, daya imajinasi itu berada diurutan ke
tiga dalam dunia penulisan dan digabung dekat dengan ide. Karena setelah muncul
ide, kita akan segera mengkhayalkan sesuatu itu akan bagaimana, misalnya: Mmm…
kalo nanti ini nanti kesini, dia akan kesana, kalau ini begitu, pasti itu akan
begini dan seterusnya.
Mata dan Telinga [observasi]--> Memori Otak [merekam]-->
Ide & Imajinasi [pengembang)--> Eksekusi [skill penulisan]
Meski
keempatnya memiliki posisi urutan, namun mereka tetap menjadi satu kesatuan
yang tak terpisahkan. Tak boleh ada komponen yang hilang. Sebelum membikin
tulisan kita butuh:
- Observasi (Mata & Telinga), entah membaca untuk
cari data, menonton, jalan-jalan atau sekedar mendengar saat duduk ngobrol.
- Merekam (Memori Otak), mengingat apa saja yang
telah kita baca, lihat, tonton atau dengar apa yang telah kita obrolkan tadi.
Lalu kita simpulkan sebagai sumber ide.
- Mengembangkan (Ide & Imajinasi), menghidupkan,
mengolah, mengembangkan ide yang sudah ada tadi, agar mampu diterjemahkan dalam
tulisan.
- Penulisan (Eksekusi), jika sudah memiliki data, ide
dan imajinasi segera susun ide cerita, alur (plot), judul, menciptakan tokoh
utama, pendamping & pelengkap, konfliknya, penyelesaiannya, hingga
merencanakan ending ceritanya. Segera tulis dan tulis! Jangan takut salah, toh,
nanti ada waktu khusus buat editing. Usahakan dengan bahasa yang baik dan menarik.
Tuliskan dengan daya imajinasi kita agar cerita semakin terkesan hidup.
Lagi-lagi
menurut saya, ya. Karena saya otodidak,
jadi saya menulis apa yang menurut saya benar dan masuk akal. Daya imajinasi
dalam penulisan cerita fiksi itu terbagi dua: Imajinasi Deskripsi dan Imajinasi
Aksi.
- Imajinasi Deskripsi: Menuliskan bagaimana suasana
(dalam cerita) saat itu. Misalnya keadaan benda-benda, barang-barang,
alat-alat, suasana alam, ruangan, tempat, postur tubuh, kostum, dll.
- Imajinasi Aksi: Menuliskan bagaimana peristiwa
(dalam cerita itu) berlangsung atau terjadi (merupakan aktivitas pergerakan).
Mimik wajah, cara bicara, lari, cara duduk, berkelahi, berjalan, tabrakan,
suasana pasar, suasana kota,
dll.
Contoh cerita inspiratif: Adalah pengarang besar
bernama Karl May (1842–1912), kelahiran Jerman, yang sukses dengan novel
serinya Winnetou, sebuah novel petualangan dunia cowboy dan Indian.
Persahabatan antara Winnetou (Indian) dengan Old Shatterhand (Cowboy). Dari
novel itu pembaca mengira pasti May ini orang yang lama menetap atau pernah
berdomisili di tanah Indian, karena May mampu mendeskripsikan tempat-tempat
serta setting ceritanya dengan apik, ternyata itu anggapan yang keliru.
Faktanya dia memang belum pernah sama sekali kesana ketika mengarang Winnetou.
Bagimana bisa? Konon ia hanya berpedoman dengan buku referensi, peta dan
kecepatan lari kuda. Selanjutnya adalah kekuatan daya khayal atau daya
imajinasi May dalam menyusun kata-kata. Konon, ia pernah menjadi pengarang
setelah di penjara. Gara-gara doyan bercerita bahkan dicap pembual ketika masih
berada di sel penjara. Akhirnya hingga seorang sipir penjara memberinya mesin
tik dan kertas. Menganjurkannya untuk membukukan semua bualannya. Alhasil orang
yang sempat dicap pembual menjadi jadi pengarang besar dengan 200 juta copy yang tersebar di penjuru
dunia. Winnetou juga diproduksi ke layar lebar di beberapa negara.
Jadi daya
imajinasi itu penting, terlebih bagi penulis fiksi. Daya imajinasi itu perlu
dijaga dan dikembangkan, jangan sampai hilang atau mati, apa lagi bila mampu
kita tuangkan dalam bentuk tulisan atau buku yang bermanfaat. Imajinasi itu
mampu membikin hidup lebih hidup, bahkan mampu meningkatkan taraf hidup! [Ganezh/ 17 Mei 2013].
No comments:
Post a Comment